ISLAM AGAMA SYUMUL

FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA; "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian." [TMQ AL-BAQARAH(2):208]

MASA ITU EMAS


HARAM MENERIMA HILLARY


Haram Menerima Hillary

HTI-Press. “Sebagai tuan rumah yang baik, kita harus memperlakukan tamu dengan baik. Bukankah Islam memerintahkan kita untuk ikrâm al-dhuyûf (memuliakan tamu)?” ujar seorang menteri di depan massa sebuah organisasi Islam ketika menanggapi demo menolak kedatangan Goerge W. Bush ke Indonesia dua tahun lalu. Untuk memperkuat argumennya, menteri itu pun mengutip satu Hadits yang memerintahkan kaum Muslim memuliakan tamu: Man kâna yu’minu bil-Lâh wa al-yawm al-âkhir falyukrim dhayfahu (barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya).

Kini, ketika Hillary Clinton datang ke Indonesia, menteri itu tidak mengeluarkan pernyataan serupa. Namun, sangat bisa jadi alasan yang sama juga digunakan untuk menerima kedatangan menlu AS yang baru.

Benarkah para pemimpin negara penjajah itu layak disebut sebagai tamu sehingga pantas disambut baik dan dimuliakan? Apalagi harus menguras anggaran negara yang tidak sedikit?

Dua Katagori Kaum Kafir

Memang benar bahwa kaum Muslim diperintahkan memuliakan tamu. Dalam Hadits itu, lafadz dhuyûfahu juga bersifat umum sehingga mencakup seluruh tamu. Kendati demikian, ada nash-nash lain yang harus diperhatikan ketika tamu yang diterima adalah orang kafir. Apalagi pemimpin negara kafir, yang gemar memerangi Islam dan umatnya.

Dalam bermuamalah dengan kaum kafir, Islam membagi mereka menjadi dua katagori. Pertama, orang kafir yang tidak sedang memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka. Terhadap mereka, kaum Muslim diperintahkan berbuat baik dan bersikap adil terhadap mereka. Allah Swt berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (TQS. al-Mumtahanah [60]: 8).

Diriwayatkan Ahmad dari Abdullah bin al-Zubair, suatu saat Asma binti Abu Bakar kedatangan ibunya, bernama Qutailah bin Abd al-Uzza, dan membawa hadiah untuknya. Karena ibunya seorang wanita musyrikah, Asma’ keberatan menerimanya. Bahkan, ibunya pun tidak dipersilakan masuk rumahnya sebelum dia mendapat izin Rasulullah Saw. Ketika hal itu ditanyakan kepada Rasulullah saw, lalu turunlah ayat ini. Beliau pun memerintahkan untuk mempersilakan masuk Ibunya dan menerima hadiahnya (lihat: Sihabuddin al-Alusi, h al-Ma’ânî; al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîil).

Kendati ayat ini turun berkenaan dengan Asma’, namun –sebagaimana ayat ini berlaku umum (lihat: Ibnu Jarir al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân dan al-Jazairi, Aysar al-Tafâsîr). Sehingga ayat ini tidak dikhususkan pada suatu kelompok tertentu, seperti Bani Khuza’ah yang terikat perjanjian damai dengan Rasulullah saw atau kaum musyrik Makkah pasca perjanjian Hudaibiyyah. Semua orang kafir yang memiliki dua sifat seperti yang dinyatakan ayat ini, termasuk di dalamnya. Mereka adalah orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslim karena agama; dan tidak melakukan pengusiran terhadap kaum Muslim dari negeri mereka.

Dijelaskan oleh al-Syaukani dalam Fath al-Qadir, kaum kafir yang dimaksud adalah kaum kafir dari kalangan ahl al-‘ahd yang sedang melakukan perjanjian damai dengan kaum Muslim.

Terhadap orang-orang yang bersikap demikian, umat Islam diperbolehkan untuk berbuat baik dan berlaku adil. Dalam ayat ini disebutkan: ‘an taburrûhum wa tuqsithû ilayhim. Menurut Ibnu Katsir, kata taburrûhum berarti tuhsinû ilayhim (berbaik baik terhadap mereka). Sementara kata tuqsithû ilayhim bermakna tu’dilû (berlaku adil). Penjelasan senada juga dikemukakan oleh al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma’âm al-Tanzîl.

Al-Qurafi menjelaskan cukup rinci mengenai perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai perbuatan baik dan adil tersebut. Di antaranya adalah bersikap ramah dengan mereka yang menjadi tamu, mencukupi kebutuhan mereka yang fakir mereka, memberikan makan mereka yang lapar, memberikan pakaian mereka yang telanjang, berkata lembut dengan mereka yang disebabkan kelemahlembutan dan kasih sayang, bukan karena rasa takut dan hina, mendoakan mereka agar diberi hidayah dan dijadikan sebagai orang yang berbahagia, menasihati mereka dalam perkara agama dan dunia, menjaga harta, keluarga, kehormatan, serta semua hak dan kemaslahatan mereka, menghilangkan kezaliman yang menimpa mereka, dan menyampaikan seluruh yang menjadi hak mereka. Demikian penjelasan al-Qurafi dalam kitab al-Furûq.

Meskipun diungkapkan dengan menggunakan kalimat berita, dan dinyatakan: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil, namun kandungan ayat tersebut berisi perintah. Bahwa umat Islam diperintahkan untuk berbuat baik dan berlaku terhadap orang-orang yang tidak memerangi mereka dan tidak mengusir mereka. Hal ini dapat disimpulkan dari firman Allah Swt dalam akhir ayat ini: InnaLlâh yuhibbu al-muqsithîn (sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil). Ungkapan ini jelas merupakan perintah kepada umat Islam untuk berlaku adil, termasuk terhadap mereka.

Kedua, kaum kafir yang memerangi dan mengusir kaum Muslim dari negeri mereka, serta yang turut membantu mereka. Allah Swt berfirman:

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.

Sebagaimana ayat sebelumnya, ayat ini juga bersifat umum. Setiap orang yang memiliki sikap seperti yang dinyatakan ayat ini, tercakup di dalamnya. Mereka adalah orang-orang yang memerangi kaum Muslim karena agama dan mengusir kaum Muslim dari negeri dan kampung halamannya. Termasuk pula orang-orang yang membantu orang lain mengusir kaum Muslim. Bantuan yang dimaksud bisa berupa sumbangan pemikiran, lebih-lebih kendaraan dan persenjataan (al-Jazairi dalam Aysâs al-Tafâsîr).

Karena sikap mereka yang terang memusuhi Islam dan umatnya, mereka tidak boleh diperlakukannya seperti kelompok yang disebut dalam ayat sebelumnya. Dalam ayat ini Allah melarang kaum Muslim: ‘an tawallawhum. Artinya mengangkat mereka sebagai al-waliyy. Secara bahasa, kata al-waliyy memiliki beberapa makna. Di antaranya adalah al-nashîr (penolong), al-muhibb (yang mencintai), al-shadîq (sahabat), al-mu’în (pembantu), al-halîf (sekutu), dan al-tâbi’ (pengikut). Karena tidak ada pembatasan dari makna-makna tersebut, maka semua makna tersebut tercakup dalam kata al-waliyy dalam ayat ini. Artinya, umat Islam tidak melakukan semua tindakan yang terkatagori mengangkat mereka sebagai al-waliyy.

Larangan menjadikan orang-orang yang memerangi umat Islam, mengusir mereka dari negeri mereka, dan membantu tindakan pengusiran itu sebagai wali tersebut bersifat tegas. Dengan kata lain, perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan yang diharamkan. Indikasi keharamannya adalah firman Allah Swt selanjutnya: Waman yatawallahum fa ulâika hum al-zhâlimûn (dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim). Penyebutan orang yang mengangkat kaum yang memerangi umat Islam itu sebagai orang zhalim merupakan bukti jelas yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut.

Jika ditelusuri ayat-ayat lain, sikap yang harus diambil kaum Muslim terhadap orang yang memerangi bukan hanya tidak mengangkat mereka sebagai wali, namun juga membalas perlakuan mereka. Wajib bagi kaum Muslim untuk memerangi mereka. Allah Swt berfirman:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (TQS. al-Baqarah [2]: 190).

Haram Menerima Hillary

Berdasarkan paparan di atas, amat jelas sikap yang harus diambil dalam menyikapi kedatangan Hillary ke Indonesia. Amerika Serikat adalah negara yang memusuhi amat Islam dan umatnya. AS telah menggempur Afghanistan dan Irak hingga kedua negara itu porak poranda. Kebrutalan serdadu AS yang mereka kirim juga telah melampaui batas kemanusiaan. Ratusan ribu jiwa manusia telah menjadi korbannya. Tak terkecuali wanita dan anak-anak. Negara ini juga menabuh genderang perang melawan kaum Muslim dengan menyebutnya sebagai teroris. Mendukung penuh perampasan Israel atas tanah Palestina. Senjata yang digunakan untuk menyerbu Gaza kemarin juga berasal dari Amerika. Dengan demikian, Amerika telah lama menjadi kafir harbi fi’lan, kafir yang sedang memerangi Islam secara nyata.

Pergantian rezim oleh Obama sama sekali tidak membuat Amerika berubah. Di awal pemerintahannya, Obama telah menegaskan sikapnya untuk menjaga eksistensi Israel dengan cara apa pun. Serdadunya juga sudah membombardir Afghanistan sehingga menewaskan beberapa orang. Obama memang berjanji hendak menarika pasukan AS dari Irak. Akan tetapi, pasukan itu hanya akan dialihkan ke negeri Islam lainnya, Afghanistan. Dalam kampanyenya, dia juga mengancam hendak menyerang Pakistan. Sebagian fakta itu menjadi bukti amat jelas bahwa Amerika, di bawah pemerintahan siapa pun, tetap berkedudukan sebagai kafir harbi fi’lan.

Dengan status demikian, haram menerima Menlu AS Hillary Clinton di negeri ini. Apalagi diterima sebagai tamu dari negara sahabat yang disambut dengan hangat, dijamu, dan dihormati. Hadits yang mewajibkan kaum Muslim memuliakan tamu tidak berlaku buat dia. Sebaliknya, dia harus merasakan akibat dari permusuhannya terhadap Islam: kerasnya perlawanan kaum Muslim.

Terhadap kafir harbi fi’lan, Islam bersikap tegas. Bukan hanya pemimpinnya, rakyatnya pun diperbolehkan menginjakkan kaki di wilayah Islam kecuali untuk mendengarkan Kalam Allah Swt. Allah Swt berfirman:

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (TQS. al-Taubah [9]: 6).

Lebih dari itu, sebagai salah satu pemimpin negara penjajah, kedatangan Hillary ke Indonesia jelas untuk mengokohkan hegemoni AS di negeri ini. Haram melempangkan jalan buat mereka untuk menguasai kaum Muslim. Allah Swt berfirman:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (TQS. al-Nisa’ [4]: 141).

Tentu amat sulit diterima akal sehat ada seorang kepala negara yang menerima pemimpin negara penjajah, yang hendak mengokohkan hegemoninya. Lagi-lagi, yang kita butuhkan adalah Khilafah Islamiyyah yang mau dan mampu melindungi rakyatnya dari serbuan musuh-musuhnya. WaLlâh a’lam bi al-shawâb. (Rokhmat S. Labib, Ketua Lajnah Tsaqafiyyah HTI)


0 comments:

Post a Comment



 

MENGENAL HIZBUT TAHRIR