ISLAM AGAMA SYUMUL

FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA; "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian." [TMQ AL-BAQARAH(2):208]

MASA ITU EMAS


ULAMA MUSLIM PADA ABAD-ABAD KEMUNDURAN DI AKHIR-AKHIR INI




























source : http://www.seruan-global.com


Ummat Islam senantiasa melahirkan ulama-ulama sepanjang perjalanan sejarah Islam sehingga datang masa kemundurannya yang terakhir, yaitu pada per­tengahan abad ke-18 Masehi ketika mulai kering bibit-­bibit ulama dan semakin sedikit jumlah tubuh mereka dalam tubuh ummat. Walaupun demikian, para ulama yang telah dilahirkan ummat selang dua abad se­belumnya dengan jumlah mereka yang sedikit, sudah tidak mampu bangkit bersama ummat, meskipun se-gala usaha telah dilakukan untuk mengembalikan kedudukan ummat pada tingkat Internasional yang telah hilang semenjak kelemahan terus menjalar dalam tubuh ummat, yang berangsur-angsur meng­alami kemerosotan.


Terhentinya ijtihad yang dikalahkan oleh sikap taqlid, semenjak permulaan abad ketujuh hijrah, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ter­hentinya kegiatan perkembangan pemikiran dalam tubuh ummat Islam. Oleh karena itu begitu masuk abad kesembilan belas masehi ilmu pengetahuan Islam mulai tertinggal, tinggal tersisa kitab-kitab dan kekayaan ilmiyah yang masih tersimpan dalam gudang. jumlah ulama sangat sedikit; sementara kemahuan dan semangat untuk meneliti dan menggali hakekat kebenaran terus berkurang. Ilmu pengetahu­an tidak lagi menuntut pengalaman di tengah kehidup­an ummat karena negara tidak memberikan dorongan untuk diamalkan. Bahkan para ulama sendiri mencari ilmu dan kebudayaan untuk kemewahan dan ke­senangan akal semata. Mereka membuat istilah bahwa mencari ilmu adalah untuk ilmu, atau mencari ilmu untuk mencari rizki; sangat sedikit sekali mereka mencari ilmu untuk manfaat ilmu dan Daulah.


Keadaan seperti ini mengakibatkan tidak lagi ditemukan pergerakan ilmiyah, pergerakan kebudaya­an, pergerakan hukum, semenjak dua abad terakhir. Kalaupun ada, nampak dalam bentuk yang rapuh dan kacau balau yang tidak mungkin membuat ummat bertambah maju dalam berfikir dan alam materi, atau menumbuhkan kemampuan untuk berij­tihad, atau memperkuat dien untuk menghentikan laju kemunduran yang menuju keruntuhan dan kemun­duran. Keadaan yang terjadi pada akhir pemerintahan Daulah Utsmaniyah, yakni kejahilan ummat terhadap Islam, jahilnya para fuqoha, merupakan penyebab paling besar dari kemunduran ummat serta lenyapnya Daulah Islamiyah, kita itu banyak didapati para ahli fiqih yang berfikir statis dan jumud, yang memberikan fatwa dengan mengharamkan segala sesuatu yang baru, dan mengkafirkan orang-orang yang mempela­jari ilmu-ilmu permodenan, serta menuduh setiap ahli fikir dengan tuduhan zindik dan atheis. Bahkan yang sangat menggelikan dan menyedihkan ialah sampai adanya ulama yang berfatwa mengharamkan biji kopi, dan mengharamkan orang memakai topi thorbus. Demikian pula ketika ada mesin cetak Al-quran, sebagian ulama mengharamkannya; dan diharamkan pula orang yang berbicara dengan menggunakan telepon. Sikap ulama seperti ini menjauhkan ummat dari fiqih Islam dan menambah kejahilan ummat tentang ajaran Islam.


Keadaan mulai berubah, orang semakin mening­galkan belajar hukum-hukum syara' dan mulai mem­pelajari hukum dan undang-undang dari barat. Kemudian didirikan sekolah, institut, atau fakulti hukum untuk mempelajari hukum-hukum dari barat. Kehadiran sekolah-sekolah tersebut di negeri-negeri Islam menunjukkan kebodohan yang sangat jelas bagi ummat Islam. Setelah lenyapnya negeri Islam atau khilafah Islam, kaum kafir menjajah dan berhasil menguasai negeri-negeri Islam setelah dipecah belah dan dibagi-bagi; dan wujud fiqih Islam dihapus dan diputus hubungannya dengan kehidupan ummat. Walaupun kemudian ada beberapa negeri Islam yang masih mempelajarinya, tetapi is dipelajari secara teorikal, sebagai ilmu "Nadhary" belaka, tiada bezanya mempelajari falsafah Yunani. Oleh karena itu tidak ditemukan lagi kehadiran ulama-ulama yang dilahir­kan oleh ummat setelah tanah yang subur dalam diri ummat menjadi kering.


Pengaruh kemunduran ini tidak hanya pada fiqih Islam, bahkan suatu kemunduran secara keseluruhan yang men­cakup semua ilmu-ilmu eksperimental (empiris), serta wujud manusia sendiri. Para mufassirin fuqoha, dan mujtahidin yang dilahirkan oleh ummat selang dua abad terakhir ini, dapat dihitung dengan jari jumlah­nya dan sangat langka. Meskipun mereka yang meng­ajar pada fakulti syari'ah mencapai jumlah jutaan orang di seluruh negeri Islam, tetapi kemandulan kurikulum pendidikan membuat tidak satupun mereka menjadi seorang mujtahid. Dan sekalipun mereka telah menjadi orang yang alim atau ahli dalam Tarikh Tasyri'Islam, Ahli ushul fiqih, perbandingan mazhab, tetapi semuanya itu hanya bersipat nadhory (teorikal) bukan bersifat amali (praktek) dan tidak ada bukti nyata dalam kehidupan ummat, semua pengetahuan Islam dipelajari, tetapi terpisah dari fakta kehidupan ummat, terputus dari fakta kehidupan antar bangsa, negara, dan ummat.


Adapun ulama dibidang kedoktoran, teknik, mate­matik, fizik dan lain-lain, maka harus diakui masih tertinggal jauh dalam kurikulum pendidikannya di perguruan tinggi, walaupun telah banyak dihasilkan ilmuan diberbagai bidang sekarang ini. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya pengiriman tugas belajar mahasiswa-mahasiswa ke negeri-negeri barat maupun Timur untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut dalam bentuk yang lunak dan cara praktis dan produktip. Dan sebagian besar mereka tidak mau kembali ke negerinya sebaliknya jika kita menengok masa lampau justru negara-negara barat yang berbondong-bondong mendatangi negeri-negeri Islam untuk menimba ilmu dari mereka.


Keadaan ini bertambah parah dengan tindakan mahasiswa-mahasiswa yang telah selesai di negeri kita, tidak sedikit yang berhijrah ke negeri barat semenjak perang dunia kedua. Data yang dimuat oleh majalah AI Ummah terbitan Qatar no. 45, Mac1985, me­nunjukkan contoh bahwa di Amerika ada sekitar 5000 (lima ribu) orang ahli dari pelbagai bidang ilmu berasal dari Mesir, dan 4000 (empat ribu) doktor dari Syria yang bekerja di Eropa dan Amerika. Sementara itu sebagian data terakhir menunjukkan bahwa majoriti doktor yang bekerja di Inggeris adalah beragama Islam. Ini hanya contoh dibidang kedoktoran, belum dibidang teknik, matematik, fizik, dan ilmu-ilmu lain­nya.


Sekalipun tidak ada data-data yang konkrit tentang jumlah ulama-ulama (ilmuwan) muslim secara terperinci di negara-negara barat, tetapi paling tidak mereka berjumlah puluhan ribu orang. Tetapi apalah artinya jumlah yang banyak ini, apabila mereka tidak bertolak cara berfikir yang Islami, tidak sensitif dengan masalah yang dihadapi ummat, tidak berusaha dan berfikir dan bagaimana ummat ini tegak kembali di mata bangsa-bangsa lain sebagaimana sedia kala??


Oleh karena itu barang kali kita harus mengatakan dengan perasaan pilu dan sedih bahwa lahan yang dimiliki ummat telah hilang kesuburannya untuk menghasilkan manusia-manusia besar, yaitu "Ulamaaul 'Amiluun", ulama yang berbuat demi tegaknya Islam, kecuali beberapa gelintir orang yang ditemukan disebahgian negeri Islam. Bahkan mereka yang kini berfikir tentang Islam, berbuat untuk Islam, dalam segi kehidupannya, sesungguhnya mereka belum dapat menandingi ulama-ulama terdahulu yang mempunyai kemampuan mencipta dan menemukan berbagai ilmu pengetahuan dalam waktu bersamaan, melahirkan ulama-ulama di berbagai cabang ilmu, kedoktoran, bahasa, falsafah, geografi, psikologi kimia, hadits, fiqih, sejarah, dan lain-lain, dan seorang dapat memiliki pelbagai macam bidang keahlian, dan seorang dapat memiliki pelbagai macam bidang keahlian. Diantara mereka seperti contoh Al 'Alimul kabir "Muwafiquddin Al Baghdadi", serta ratusan ribu ulama lain. Hal ini semacam belum pernah terjadi di muka bumi sebelum dan sesudahnya kecuali dalam diri orang-orang muslim.

0 comments:

Post a Comment



 

MENGENAL HIZBUT TAHRIR