ISLAM AGAMA SYUMUL

FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA; "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian." [TMQ AL-BAQARAH(2):208]

MASA ITU EMAS


SAATNYA MILITER MEMIMPIN PERUBAHAN

Saatnya Militer Memimpin Perubahan

Tahun 2011 adalah tahun buruk bagi para rezim tiran dan negara-negara kafir Barat yang menanamnya. Pasalnya, kaum Muslim Arab tiba-tiba melakukan revolusi terhadap kediktatoran para pemimpinnya. Sejauh ini umat telah sukses menumbangkan tiga pemimpin rezim tiran: Zainal Abidin ben Ali, Hosni Mobarak dan Muammar Gaddafi. Nasib tragis menimpa Ben Ali yang kini dalam suaka politik di Arab Saudi. Hosni Mobarak pun telah jadi pesakitan karena tuduhan korupsi dan pelanggaran HAM selama aksi protes berlangsung. Nasib Gaddafi jauh lebih tragis dan mengenaskan, ia ditangkap dan ditembak mati oleh rakyatnya sendiri di Sirte, kota kelahirannya. Masih ada dua penguasa tiran yang sekarang sedang digoyang rakyatnya untuk ditumbangkan, Ali Shalih yang tidak pernah shalih (baik) pada rakyatnya, dan Assad (pemberani) yang hanya berani membantai rakyatnya sendiri. Yang pasti bahwa nasib keduanya akan berakhir seperti para tiran yang lebih dulu mendapatkan balasan atas kekejaman dan kezaliman yang telah mereka lakukan terhadap rakyatnya.

Pelajaran dari Revolusi Umat
Revolusi yang mewarnai negeri-negeri Arab hingga saat ini menunjukkan kepada kita sejumlah fakta. Pertama: bangsa Arab adalah bagian dari umat Islam. Apa yang terjadi di suatu wilayah akan berpengaruh pada wilayah-wilayah umat Islam yang lain. Sekat-sekat wilayah yang dibuat oleh kaum kafir penjajah sangat lemah dan rapuh sehingga mustahil mampu menghentikan arus perasaan dan pemikiran yang mengalir dengan derasnya di dalam tubuh umat. Nu’man bin Basyir ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal mereka saling mencintai, menyayangi dan mengasihi, bagaikan satu tubuh, apabila ada bagian dari tubuh itu yang sakit, maka membuat bagian tubuh yang lain tidak bisa tidur dan demam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kedua: umat Islam bukanlah mayat (kaum yang tidak berdaya), sebagaimana musuh-musuh umat senantiasa berusaha melekatkan dan bahkan menjadikan sifat itu tetap berada dalam diri umat. Umat Islam adalah umat yang memiliki ruh (spirit) jihad, keagungan, kekuatan dan pengorbanan. Lihatlah, bagaimana para kafilah syuhada berguguran setiap hari; kaum Muslim laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak begitu sabarnya menghadapi cobaan dan hantaman alat-alat kekejaman para penguasa tiran. Semua ini menunjukkan adanya tambang kemuliaan yang tersimpan dalam diri umat yang sangat besar ini, yang tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain.
Ketiga: berakhirnya kondisi kecemasan, ketakutan dan keputusasaan yang menyelimuti umat Islam; lalu beralih pada kondisi penentangan dan pencarian akan kedudukan yang seharusnya di antara semua umat; dan kemudian beralih pada pemberontakan terhadap perintah para tiran, penggulingan dan pembersihan terhadap semua pengaruhnya. Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ أُمَّتِى تَهَابُ أَنْ تَقُولَ لِلظَّالِمِ يَا ظَالِم فَقَ د تُوُدِّعَ مِنْهُمْ
Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang zalim, “Hei zalim!” maka tidak bisa diharap lagi kebaikan dari mereka (HR Hakim).

Faktanya, umat sekarang malah dengan suara lantang membelah awan di langit berteriak ingin menumbangkan rezim sehingga menciptakan mimpi buruk para rezim tiran. Artinya, dalam diri umat masih tersimpan kebaikan.
Keempat: tampak sekali bahwa umat percaya dan berpegang teguh dengan agamanya di setiap tempat; mulai dari Tunisia, kemudian bergulir ke Mesir, Libya, Yaman dan Suriah. Teriakan “Allâhu Akbar” dan seruan untuk “Menegakkan Khilafah” bergema di setiap tempat. Ketika Syaikh Zandani berorasi di “Taghyir Square” dan menyampaikan kabar gembira akan segera tegaknya kembali Khilafah, maka ribuan massa menyambutnya dengan teriakan “Allâhu Akbar”! Kenyataan inilah yang membuat Assad mengeluarkan ocehannya dengan berkata, “Ada sebagian orang yang menginginkan kita kembali ke masa kebodohan dan kemunduran. Padahal kita sudah sampai pada abad dua puluh satu, era kemajuan dan modern.”
Kelima: kaum perempuan umat Islam bukanlah kaum yang terbelakang dan bodoh, seperti yang senantiasa digambarkan Barat dan para anteknya terhadap mereka. Mereka adalah para perempuan yang suci dan terhormat, yang dengan penuh keberanian ikut berpartisipasi dalam memikul permasalahan umat. Bahkan mereka ikut berkorban sama seperti kaum laki-laki. Potret nyata tentang mereka tampak sekali di Yaman, Mesir, Libya, Syam (Suriah) dan lainnya. Mereka adalah para Khansa’ saat ini, yang ketika kehilangan suami dan anak-anaknya; mereka menghadapinya dengan penuh kesabaran dan keteguhan, serta hanya berhadap ridha Allah SWT.
Keenam: apa yang disebut dengan kekuatan dan partai-partai oposisi tidak lain hanyalah wajah lain bagi rezim di setiap negeri yang mengklaim di dalamnya ada kelompok oposisi. Rezim menggunakan sebagian mereka kapan saja rezim menginginkannya; atau Amerika dan Eropa menggunakan sebagian yang lain untuk membantunya guna memalingkan dari semua kesuksesan revolusi. Lihat, partai-partai mereka di Mesir, Tunisia, Libya dan lainnya, sama sekali tidak punya misi selain menduduki kekuasaan. Mereka tidak peduli sedikit pun dengan kritikan para pemuda revolusi terhadap mereka.
Ketujuh: upaya Barat yang dipimpin Amerika dalam memasarkan konsep negara sipil demokratis, juga upaya menjauhkan kaum Muslim untuk kembali pada akarnya yang sahih (benar) dengan berpegang teguh pada pemahaman agama mereka serta hukum-hukumnya, maka itu tidak lain hanyalah penyesatan yang tidak sesuai dengan karakteristik umat.
Kedelapan: revolusi umat terhadap para penguasa tiran yang dibuat dan dipelihara oleh negara-negara penjajah Barat selama beberapa dekade adalah bukti kegagalan Barat yang dipimpin Amerika. Revolusi juga menjadi indikasi tentang mulai berakhirnya periode pemerintahan despotik dan berakhirnya pengaruh Barat di negeri-negeri kaum Muslim serta indikasi kembalinya periode baru, insya Allah, yaitu periode Khilafah Rasyidah yang kedua. Rasulullah saw. bersabda: “…Kemudian akan kembali Khilafah yang tegak di atas metode kenabian.” (HR Ahmad).
Kesembilan: revolusi tidak akan sukses tanpa dukungan dan perlindungan militer, yang tercermin dalam angkatan bersenjata. Sungguh hal ini telah terjadi di Tunisia dan Mesir. Di sana militer melindungi para pejuang revolusi hingga berhasil menggulingkan dua pemimpin rezim tiran. Berbeda dengan Libya, proses perubahan di sana ditandai dengan kekerasan berdarah oleh Gaddafi, sebab kekuatan militer ada dalam genggamannya melalui salah satu putranya, meski akhirnya Gaddafi tewas mengenaskan. Begitu juga dengan apa yang terjadi di Yaman. Adapun di Suriah, militer berada dalam genggaman pemerintah, sekalipun ada inidividu-individu militer yang melakukan pembangkangan. Namun, ke depan akan ada kabar gembira tentang perubahan besar dalam militer Suriah, dan peranannya secara riil dalam operasi perubahan untuk kepentingan Islam, tentu dengan izin Allah SWT.
Kesepuluh: Amerika dan Eropa sejauh ini benar-benar telah gagal dalam menyesatkan para pejuang revolusi, khususnya di Tunisia dan Mesir, serta gagal menjadikan mereka merasa puas dengan melengserkan dua pemimpin rezim. Amerika dan Eropa juga gagal merealisasikan kebebasan dan kehidupan layak yang menjadi salah satu tuntutan masyarak dalam melakukan revolusi. Lihatlah, masyarakat kembali menyerukan revolusi di jalanan, serta di pusat-pusat kota Tunisia dan Mesir. Jumat demi Jumat ratusan ribu bahkan jutaan umat kembali melakukan revolusi menuntut terwujudnya apa yang mereka harapkan. Alhamdulillah, seruan tegaknya Khilafah mewarnai Mesir melalui dakwa sejuta umat untuk penerapan syariah. Sungguh, umat begitu menginginkan penerapan syariah oleh generasinya dan juga oleh para perwira militernya.

Harus Terus Dikawal
Fakta tentang berbagai keberhasilan revolusi umat di lapangan ini sangatlah penting. Karena itu, revolusi umat harus terus dikawal hingga menghasilkan apa yang diinginkan, yaitu kebebasan sejati yang tercermin dalam penolakan ketundukan kecuali hanya kepada Allah SWT semata. Dalam proses pengawalan ini ada sejumlah hal penting yang harus diperhatikan. Pertama: tubuh besar yang tercermin dalam kumpulan umat ini, namun sebagian mulai bergerak tanpa satu komando yang mengarahkannya. Oleh karena itu, harus dicari pimpinan yang memenuhi syarat kepemimpinan yang bersih, sadar dan mengerti setiap tuntutan umat, serta mengetahui mekanisme memimpinnya dan menerapkan tujuannya dengan keikhlasan. Pemimpin yang misinya hanya untuk mewujudkan kepentingan umat, menganggap dirinya pelayan umat, serta penjaga umat dan agamanya, telah ada di tengah-tengah umat bahkan tidak asing lagi bagi umat, yaitu Hizbut Tahrir yang senantiasa menyeru umat agar menumbangkan para thaghut, melepaskan jeratannya dari leher umat, serta menerapkan syariah dalam kehidupan agar beruntung dengan meraih kemuliaan di dunia dan balasan yang baik di akhirat.
Kedua: tidak cukup dengan merobohkan satu berhala, lalu dibangun berhala lain untuk menggantikannya dengan nama baru. Tidak hanya itu, bahkan tidak cukup dengan merobohkan setiap berhala yang tercermin pada individu-individunya. Akan tetapi, harus mencabut rezim berhala itu hingga akarnya agar era thaghut itu berakhir dan digantikan dengan era kebaikan dan keimanan. Karena itu, kaum Muslim tidak cukup merobohkan simbol-simbol berhala, namun wajib untuk tidak membiarkan sistem dan pemikiran setiap berhala yang dengannya mereka berkuasa dan melakukan kezaliman. Kemudian umat beralih pada Islam yang hanîf (lurus) dan semua hukumnya. Umat tidak cukup melakukan shalat di Tahrir Square dengan jutaan orang, serta berhaji ke Makkah dengan jutaan orang pula, namun wajib mengemban Islam dengan setiap pemikiran dan hukumnya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. Untuk semua itu Hizbut Tahrir menyeru kalian dalam kapasitasnya sebagai saudara bahkan pelayan umat yang melakukannya dengan penuh keikhlasan.
Ketiga: kereta perubahan yang bergerak dari Tunisia, dan sekarang sedang mengitari semua negeri-negeri Arab, tidak mungkin ditarik kembali ke belakang, atau dihentikan putarannya, karena hal itu sangat buruk akibatnya. Karena itu, membiarkan kekuatan sekularisme demokrasi dan para pengusungnya untuk mendominasi semua perkara, maka itu sama artinya dengan membuang percuma semua tenaga dan tetesan darah yang ditumpahkan untuk keluar dari kondisi kezaliman yang menghantuinya, yang dengannya justru menuju kondisi yang lebih buruk dengan warna yang lain.
Demokrasi telah gagal di jantung rumahnya sendiri. Apalagi ia merupakan sistem kufur sehingga kaum Muslim haram berhukum dengannya. Adapun pemilihan penguasa dengan suara manyoritas dan keridhaan adalah bagian dari ideologi Islam, agama yang sempurna. Begitu juga hukum syariah yang terkait dengan syura, pemilihan penguasa, dan mengoreksinya, maka itu semua bukan demokrasi, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan demokrasi. Demokrasi sistem buatan manusia, sementara syariah dari Tuhan yang menciptakan manusia. Oleh karena itu, haram mengambil apapun darinya, menerapkannya atau mendakwahkannya.
Jadi, tidak ada jalan lain jika kita ingin meraih kemuliaan dunia dan kebahagiaan akhirat, kecuali beraktivitas bersama mereka yang selama ini bekerja dengan ikhlas berdasarkan Islam yang jernih untuk menegakkan Negara Khilafah guna menerapkan agama Allah SWT dan meninggikan kalimah-Nya. Sebab, hanya dengan itu, insya Allah semuanya akan menjadi baik, dan kita semua dapat keluar dari periode kezaliman pemerintahan despotik menuju cahaya dan keadilan Khilafah Rasyidah yang kedua, dengan izin Allah SWT.
Keempat: semua perkara tidak dapat diselesaikan, termasuk para pejuang revolusi tidak akan mencapai tujuannya, kecuali apabila telah memiliki kekuatan yang memadai untuk menghantarkan mereka pada kekuasaan. Sekarang kekuatan itu berada di tangan militer yang menguasai persenjataan dan penggunaannya.

Saatnya Militer Memimpin Revolusi
Lembaga Militer di negeri-negeri kaum Muslim masih diam dan hanya sebagai penonton atas apa yang terjadi di tengah-tengah umat yang terbaik, yang sedang menyerukan untuk berlepas dari jeratan kaum kafir penjajah, para penguasa yang menjadi antek kaum kafir, serta para penguasa munafik, oportunis dan sesat.
Lihatlah, umat telah melakukan revolusi atas kezaliman. Lalu kapan kalian, wahai para perwira dan tentara militer, akan melakukan revolusi yang sesungguhnya? Sekaranglah saatnya kalian memimpin revolusi. Ini kesempatan bagi kalian. Namun, bagaimana kalian diam, sementara kalian adalah pelindung dan kekuataan umat? Apakah belum cukup kejahatan yang selama ini dilakukan para penguasa terhadap kaum Muslim dan potensi-potensi mereka?
Ketahuilah, bahwa umat sedang menanti bara yang lebih panas yang akan menolongnya untuk mengalahkan para penguasa tiran, dan sedang menanti api yang akan menolong agamanya. Sebab, al-Quran tidak akan tegak kecuali dengan kekuasaan (as-Sulthân). Kalian adalah kekuasaan (as-Sulthân) itu, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT kepada Rasul-Nya: Katakanlah,Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara yang benar dan keluarkanlah aku juga dengan cara yang benar, serta berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan (Sulthân[an]) yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17] : 80).
Dalam hal ini ada sebuah ungkapan yang sangat indah:
أَلاَ إِنَّ الْقُرْآنَ وَ السُّلْطَانَ تَوْأَمَانُ، فَالْقُرْآنُ أُسٌّ وَ السُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لاَ أُسَّ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ، فَمَا لاَ حَارِسَ لَه فَضَائِعٌ
Ketahuilah bahwa al-Quran dan kekuasaan itu kembar siam (tidak terpisahkan). Al-Quran itu pondasi dan kekuasaan itu penjaga. Sesuatu yang tidak berpondasi itu mudah dirobohkan dan sesuatu yang tidak berpenjaga (gampang) hilang.

Wahai para perwira militer, kami sedang menyeru dan menunggu kalian, apakah kalian akan meresponnya? Ya Allah bukakan hati mereka untuk meresponnya. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian (QS al-Anfal [8]: 24).
Kami berharap, semoga Allah SWT dalam waktu dekat memuliakan kaum Muslim dengan kembalinya Negara Khilafah, dan itu merupakan buah dari revolusi yang berkah ini. Dengan itulah bumi kembali bersinar, berkah dari penerapan syariah; dunia pun kembali diwarnai keadilan, kebaikan dan kemenangan demi kemenangan. Allah SWT berfirman:
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ * بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ *
Pada hari itu bergembiralah kaum Mukmin karena pertolongan Allah. Allah menolong siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Penyayang (QS Ar-Rûm [30]: 4-5).

5 KEUTAMAAN

Lima Keutamaan

(al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-23)
اَلطُّهُورُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ وَالْحَمْدُ ِلهِِ تَمْلأ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِلهِl تَمْلآنِ - أَوْ تَمْلأ - مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا
Kesucian itu separuh keimanan, al-hamdu lilLâh memenuhi (memberatkan) timbangan, subhânallâh wa al-hamdu lillâh memenuhi ruang antara langit dan bumi, shalat adalah nûr, sedekah adalah burhân dan sabar adalah dhiyâ’ dan al-Quran itu adalah hujjah untuk (membela)-mu atau menentangmu. Setiap manusia berusaha sepanjang hari, lalu dia menjual dirinya hingga dia menyelamatkan dirinya atau mencelakakan dirinya (HR Muslim, Ahmad dan ad-Darimi).

Sabda Nabi saw. ini mengandung lima poin. Pertama: ath-thuhûr syathru al-îmân. Menurut mayoritas penafsiran para ulama, yang dimaksud dengan ath-thuhûr adalah thaharah dan tathahhur (menyucikan diri). Sebab, redaksi fu’ûl itu menunjuk pada perbuatannya. Dalam hal ini maksudnya ada dua: (1) Membersihkan diri dari kesyirikan dan najis maknawi seperti dalam firman Allah dalam surat al-A’raf: 82 dan an-Naml: 56: Innahum unâsun yatathahharûn (Mereka adalah orang-orang yang membersihkan diri). Jadi yang dimaksud adalah thaharah hati, jawarih dan lisan dari keharaman dan dari meninggalkan kewajiban. Itu adalah separuh dari manifestasi iman. Sebab manifestasi iman itu ada dua: fi’l[un] (melakukan) dan tark[un] (meninggalkan). Thaharah adalah tarkun, yaitu membersihkan hati dan jawarih serta lisan dari apa yang diharamkan oleh Allah. Karenanya, ath-thuhûr adalah separuh dari iman. (2) Membersihkan diri dari najis hakiki. Itu adalah separuh iman karena Allah SWT menyebut shalat sebagai iman (secara majazi) seperti dalam surat al-Baqarah: 143. Thaharah merupakan syarat bagi shalat; shalat tidak sah tanpa thaharah. Penafsiran ini dikuatkan oleh ungkapan at-Tirmidzi: al-wudhû syathru al-îmân…; dan ungkapan an-Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban: isbâgh al-wudhû’ syathru al-îmân
Kedua: al-Hamdu lilLâh tamla’ al-mîzân wa subhânalLâh wa al-hamdu lilLâh tamla’âni mâ bayna as-samawât wa al-ardhi. Tahmid adalah penisbatan dan penetapan segala pujian hanya untuk Allah SWT dengan menetapkan segala kesempurnaan dan sifat sempurna kepada-Nya. Tasbih maknanya adalah penyucian (tanzîh) Allah SWT dari segala kekurangan dan sifat kurang. Cakupan tahmid dan tasbih kepada Allah itu setidaknya atas rububiyah, uluhiyah, asma’ wa shifat-Nya; atas al-Quran sebagai firman-Nya; atas ketentuan, ketetapan dan hukum kauniyah-Nya, dan atas ketentuan syariah-Nya, termasuk penetapan hak menentukan halal dan haram. Karena itu, kalimat tahmid dan tasbih masing-masing mendatangkan pahala besar yang akan memberatkan timbangan amal baik di Yaum al-Hisab. Apalagi jika ucapan tahmid dan tasbih itu disatukan, maka pahalanya sangat besar, yang seandainya berwujud fisik akan memenuhi ruang antara bumi dan langit. Kesempurnaan pahala atas ucapan tahmid dan tasbih seperti itu akan tercapai jika disertai dengan mendalami dan meresapi maknanya tersebut.
Ketiga: ash-shalât nûr, wa ash-shadaqah burhân wa ash-shabru dhiyâ’. Nûr, burhân dan dhiyâ’ adalah tiga tingkatan cahaya. Jika cahaya itu menerangi disebut nûr, dan jika nûr disertai kekuatan menyilaukan disebut burhân, dan jika burhân disertai kekuatan membakar, disebut dhiyâ’. Jadi burhân lebih kuat dari nûr tetapi lebih lemah dari dhiyâ’. Shalat disifati sebagai nûr karena di dalam shalat itu harus diberikan apa yang diperlukan oleh shalat dengan kerelaan dan tuma’ninah. Sedekah merupakan burhân karena bentuknya mengeluarkan harta, sesuatu yang disukai nafsu, dan untuk itu memerlukan pengorbanan lebih. Sabar merupakan dhiyâ’ karena di dalam sabar itu beban dan pengorbanannya lebih besar lagi.
Shalat merupakan nûr, juga karena bisa menghalangi dari kemaksiatan, mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan menunjuki pada yang benar. Shalat juga akan menjadi cahaya di akhirat yang memancar dari wajah orang yang shalat. Hal itu mungkin juga tampak di dunia pada wajah orang yang menegakkan shalat.
Sedekah merupakan burhân. Maknanya, sedekah itu akan mengejutkan seperti halnya burhan, seakan hamba yang bersedekah itu, jika ditanya pada Hari Kiamat tentang pembelanjaan hartanya, sedekah itu akan menjadi burhan dalam jawaban pertanyaan itu. Bisa juga maknanya bahwa sedekah itu menjadi bukti keimanan pelakunya karena orang munafik enggan bersedekah karena tidak meyakininya.
Adapun sabar secara bahasa adalah al-habsu (menahan). Sabar itu dalam tiga hal: sabar di atas ketaatan; sabar dari berbagai kemaksiatan; sabar dalam menghadapi qadha’ dan penderitaan. Dengan kata lain sabar mencakup sabar dalam menahan lahir dan hati agar tetap di atas ketaatan, menahannya dari berbagai kemaksiatan serta menahannya untuk tetap ridha terhadap qadha’ Allah dan musibah (penderitaan).
Keempat: Al-Quran itu adalah hujjah untuk (membela)-mu atau menentangmu. Maknanya, engkau akan mendapat manfaat darinya jika engkau mengikutinya dan beramal sesuai dengannya. Jika tidak maka al-Quran akan menjadi hujjah menentangmu. Nabi saw. bersabda, “Siapa yang menjadikan al-Quran di depannya (pemimpinnya), ia akan menuntunnya ke surga. Siapa yang menjadikan al-Quran di belakangnya, ia akan menjebloskannya ke neraka.” (HR Ibn Hibban dan al-Baihaqi).
Kelima, Setiap manusia berusaha sepanjang hari; dia menjual dirinya maka dia menyelamatkan dirinya atau mencelakannya. Maknanya, siapa yang berjalan dalam ketaatan kepada Allah SWT ia telah menjual dirinya kepada Allah SWT dan membebaskan dirinya dari azab-Nya. Sebaliknya, siapa yang berjalan dalam kemaksiatan kepada Allah SWT, ia telah menjual dirinya dengan kebinasaan atau menjebloskan dirinya dengan dosa yang mendatangkan kemurkaan dan sanksi dari Allah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman].

STRUKTUR NEGARA KHILAFAH

Struktur Negara Khilafah

Khilafah atau sistem pemerintahan Islam adalah sebuah resep hidup bernegara warisan Rasulullah saw., bahkan satu-satunya yang wajib digunakan oleh kaum Muslim. Karena itu, penting bagi kaum Muslim memahami struktur Negara Khilafah yang diambil (ditetapkan) dari struktur negara yang ditegakkan oleh Rasulullah saw. di Madinah, dan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin sesudahnya.
Telaah Kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 23, tentang struktur Negara Khilafah, bahwa Negara Khilafah dalam bidang pemerintahan dan administrasi memiliki 13 struktur (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113; Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 96; Hizb at-Tahrîr, hlm. 82; dan Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 18).

1. Khalifah.
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan penerapan syariah. Sebab, Islam menjadikan hak pemerintahan dan kekuasaan sebagai milik umat. Untuk itulah umat mengangkat orang yang mewakili mereka dalam menjalankan pemerintahan dan menerapkan syariah yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka (An-Nabhani, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, hlm. 47; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 20).
Dalilnya adalah af’âl (perbuatan) dan aqwâl (sabda) Rasulullah saw. serta Ijmak Sahabat tentang kewajiban mengangkat khalifah pengganti Rasulullah saw. setelah wafatnya. Bahkan Sahabat lebih mendahulukan pengangkatan khalifah daripada pemakaman Rasulullah saw (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 114).

2. Mu’âwinûn at-Tafwîdh.
Mu’âwinûn at-Tafwîdh (Wuzarâ’ at-Tafwîdh) adalah para pembantu Khalifah dalam bidang pemerintahan. Mereka diangkat oleh Khalifah untuk bersama-sama memikul tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Mereka mendapat mandat untuk mengatur berbagai urusan serta melaksanakannya menurut pendapat dan ijtihadnya sesuai dengan ketentuan syariah (Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 55).
Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw.: “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang amir (Imam/Khalifah), Allah menjadikan bagi dirinya seorang pembantu (wazîr) yang jujur dan benar. Jika ia lupa, wazir itu akan mengingatkannya, dan jika ia ingat, wazir itu akan membantunya. Jika Allah menghendaki atas amir itu selain yang demikian, Allah menjadikan baginya wazîr yang jahat/buruk. Jika ia lupa, wazir itu tidak mengingatkannya, dan jika ia ingat, wazir itu tidak membantunya.” (HR at-Tirmidzi).

3. Wuzarâ’ at-Tanfîdz.
Wuzarâ’ at-Tanfîdz adalah para pembantu Khalifah dalam bidang administrasi. Pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin mereka disebut al-kâtib (sekretaris). Tugas mereka hanyalah tugas administrasi, bukan tugas pemerintahan, yakni membantu Khalifah dalam urusan implementasi kebijakan, pendampingan, dan penyampaian kebijakan (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 115; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 64).
Di antara dalilnya adalah hadis dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw. Telah menyuruh dia untuk mempelajari tulisan Yahudi hingga ia bisa menuliskan surat-surat Nabi (untuk kaum Yahudi), dan membacakannya ketika kaum Yahudi mengirim surat kepada beliau (HR al-Bukhari).

4. Wali (Gubernur).
Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat pemerintah) untuk suatu wilayah (propinsi). Dengan kata lain, wali adalah penguasa negara di tingkat propinsi (An-Nabhani, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 73).
Dalilnya di antaranya adalah hadis dari Burdah, “Rasulullah s.aw mengutus Abu Musa dan Muadz bin Jabal ke Yaman. Masing-masing diutus untuk memimpin sebuah wilayah. Yaman dibagi menjadi dua wilayah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

5. Amîrul Jihâd.
Departemen Peperangan atau Pertahanan (Dâirah al-Harbiyah) merupakan salah satu instansi negara. Kepalanya disebut Amîr al-Jihâd dan tidak disebut Mudîr al-Jihâd (Direktur Jihad). Hal itu karena Rasulullah saw. menamakan komandan pasukan sebagai amir (An-Nabhani, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 86).
Di antara dalilnya adalah hadis riwayat Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqât, bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Yang menjadi amir pasukan (Perang Mu’tah) adalah Zaid bin Haritsah. Jika ia gugur maka Ja‘far bin Abi Thalib; jika ia gugur maka Abdullah bin Rawahah; jika ia gugur maka hendaklah kaum Muslim memilih salah seorang laki-laki di antara mereka lalu mereka jadikan sebagai amir yang memimpin mereka.

6. Departeman Keamanan Dalam Negeri.
Departeman Keamanan Dalam Negeri adalah sebuah departemen yang dipimpin oleh kepala polisi. Tugasnya adalah menjaga keamanan di dalam Negara Islam. Namun, dalam kondisi tertentu, yakni ketika kepolisian tidak mampu, bisa ditangani oleh militer dengan izin Khalifah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 116; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94).
Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala kepolisian, dan ia termasuk di antara para amir.” (HR al-Bukhari).

7. Departemen Luar Negeri.
Departemen Luar Negeri adalah departemen yang mengurusi seluruh urusan luar negeri terkait hubungan Negara Khilafah dengan negara-negara asing, apapun jenis perkara dan bentuk hubungannya; baik perkara yang berkaitan dengan aspek politik dan turunannya, ataupun perkara yang berkaitan dengan aspek ekonomi maupun ekonomi. Semua perkara tersebut diurusi oleh Departemen Luar Negeri, karena semua itu merupakan kepentingan hubungan Negara Khilafah dengan negara-negara lain (An-Nabhani, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 105).
Dalilnya adalah af’âl (perbuatan) Rasulullah saw. Beliau—sebagai kepala negara—melakukan berbagai hubungan luar negeri dengan sejumlah negara dan institusi yang lain. Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk berunding dengan kaum Quraisy, sebagaimana beliau juga berunding langsung dengan delegasi kaum Quraisy. Beliau pun mengirim sejumlah utusan kepada para raja, sebagaimana beliau juga pernah menerima utusan dari para raja dan pemimpin negara. Beliau pernah menjalin berbagai kesepakatan dan perjanjian damai (bersifat sementara). Hal yang sama dilakukan juga oleh para khalifah setelah beliau. Mereka menjalin hubungan politik dengan sejumlah negara dan institusi yang lain. Para Khalifah bisa melakukan sendiri semua aktivitas tersebut atau mengangkat wakil untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan perlunya ada satu jabatan yang akan mengurusi semua urusan tersebut (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 116; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 105).

8. Departemen Perindustrian.
Departemen Perindustrian adalah departemen yang mengurusi semua perindustrian, baik terkait industri berat maupun industri ringan; baik berupa pabrik-pabrik yang menjadi milik umum maupun pabrik-pabrik yang menjadi milik pribadi, yang memiliki hubungan dengan industri-industri militer (peperangan). Semua industri dengan berbagai jenisnya itu harus dibangun dengan berpijak pada politik perang (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106).
Dalilnya adalah: Pertama, al-Quran (Al-Anfal (8):60) yang memerintahkan kaum Muslim untuk menyiapkan kekuatan yang membuat semua musuh merasa ketakutan. Kedua, as-Sunnah. Rasulullah saw. pernah memerintahkan pendirian industri manjaniq (senjata pelontar) dan dababah (semacam tank dari kayu). Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqât, dari Makhul, berkata: “Sesungguhnya Nabi saw menggempur penduduk Thaif dengan manjaniq selama empat puluh hari.
Ketiga, kaidah fikih “Mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihi fahuwa wâjib[un] (Suatu kewajiban tidak akan terlaksana dengan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu hukumnya wajib).” Artinya, perintah menyiapkan kekuatan itu akan terlaksana dengan sempurna jika ada industri persenjataan (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 117; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 82).

9. Peradilan.
Peradilan adalah lembaga yang bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan di antara sesama rakyat, mencegah hal-hal yang dapat membahayakan hak-hak jamaah (rakyat), dan mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan individu di dalam struktur pemerintahan, baik ia seorang penguasa, pegawai maupun pejabat pemerintah di bawah Khilafah (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 109).
Peradilan ini bisa ditangani sendiri oleh Khalifah atau Khalifah mengangkat orang lain untuk menjalankannya. Kedua hal ini, masing-masing ada dalilnya dalam as-Sunnah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 117). Bahkan terdapat Ijmak Sahabat tentang ketetapan mengangkat para qadhi (hakim). Ibnu Qudamah berkata, “Kaum Muslim (para Sahabat) telah berijmak atas pensyariatan mengangkat para qadhi (hakim).” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 11/373).

10. Kemaslahatan Umum.
Kemaslahatan Umum (Struktur Administrasi) adalah struktur pelaksana pemerintahan, yakni badan-badan pelaksana atas perkara-perkara yang wajib dilaksanakan di dalam sebuah pemerintahan guna memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat umum (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 128).
Dalilnya adalah perbuatan (af’âl) Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin dalam mengatur negara. Saat itu urusan administrasi diurus dengan penuh sistematik. Untuk itu perlu ada struktur guna mempermudah pengaturan dalam melaksanakan seluruh kewajiban negara. Oleh karena itu, perlu adanya Departemen Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan, Perhubungan, Pertanian dan sebagainya. Semua ini kembali pada ijtihad dan kebijakan Khalifah mengenai apa dan berapa jumlah Kemaslahatan Umum (Struktur Administrasi) yang dibutuhkan untuk dapat menunaikan segala kewajiban negara dan memenuhi kepentingan (maslahat) masyarakat umum (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 117; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 128).

11. Baitul Mal (Kas Negara).
Baitul Mal (Kas Negara) merupakan sebuah badan yang bertanggung jawab atas setiap pendapatan dan belanja negara yang menjadi hak kaum Muslim (Zallum, Al-Amwâl fi Dawlah al-Khilâfah, hlm. 15). Baitul Mal berada di bawah pengawalan Khalifah secara langsung atau di bawah kawalan orang yang dilantik untuk mengurusinya. Rasulullah saw. kadang-kadang menyimpan, memungut dan membagikan sendiri harta kaum Muslim; kadang-kadang beliau mengangkat orang lain untuk menanganinya. Begitu juga dengan Khulafaur Rasyidin sesudah beliau, yang kadang-kadang mengurusi sendiri urusan Baitul Mal, dan kadang-kadang mengangkat orang lain untuk mengurusinya.
Dalil tentang Baitul Mal ini sudah cukup banyak dan masyhur di dalam hadis dan Ijmak Sahabat (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 120; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 135).

12. Penerangan.
Penerangan merupakan perkara penting bagi dakwah dan negara. Lembaga Penerangan tidak termasuk badan yang melayan kepentingan masyarakat umum, tetapi kedudukannya berhubungan langsung dengan Khalifah sebagai instansi yang mandiri. Dalil dalam hal ini adalah al-Quran (QS an-Nisa’ [4]: 83) dan as-Sunnah, di antaranya hadis penuturan Ibn Abbas mengenai pembebasan Makkah: “Sungguh, tidak ada kabar sama sekali bagi kaum Quraiys. Karena itu, tidak ada kabar kepada mereka tentang Rasulullah saw., dan mereka tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh Beliau.” (HR Hakim dalam Al-Mustadrak).
Ini menunjukkan bahwa Lembaga Penerangan yang terkait dengan kemanan negara berhubung langsung dengan Khalifah atau struktur yang didirikan untuk tujuan itu (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 121; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 143).

13. Majelis Umat.
Majlis Umat (Majelis Syura) adalah majelis yang terdiri dari para individu yang mewakili kaum Muslim dalam memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah dengan meminta masukan mereka dalam berbagai urusan. Majelis ini juga mewakili umat dalam melakukan muhâsabah (koreksi) terhadap Khalifah dan semua pegawai negara.
Keberadaan Majelis Umat ini diambil dari aktivitas Rasulullah saw. yang sering meminta pendapat sejumlah orang di antara kaum Muhajirin dan Anshar yang mewakili kaum masing-masing; diambil dari perbuatan (af’âl) khusus Rasulullah saw. terhadap beberapa orang tertentu di kalangan Sahabat untuk meminta pendapatnya; serta diambil dari perbuatan para Khulafaur Rasyidin yang sering meminta pendapat para ulama dan ahli fatwa di kalangan mereka (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 121; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 147).
WalLâhu a’lam bish-shawâb. [Muhammad Bajuri]

Daftar Bacaan
Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi al-Hukm wa al-Idârah, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan I, 2005.
Ibnu Qudamah, Abdullah bin Ahmad al-Hanbali, Al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi), tanpa tahun.
An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan VI, 2002.
An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, Nizham al-Al-Islam, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan VI, edisi 2010.
An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, Muqaddimah ad-Dustûr aw al-Asbâb al-Mujîbah Lahu, Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.
Zallum, Abdul Qadim, Al-Amwâl fi Dawlah al-Khilâfah, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan III, 2004.

PERUBAHAN HAKIKI

Perubahan Hakiki

Gelombang perubahan yang melanda beberapa negara Timur Tengah akhir-akhir ini telah menyadarkan kepada kita bahwa:
(1) Tidak ada satu pun rezim yang tidak bisa ditumbangkan, sekuat apapun rezim itu.
(2) Umat adalah pemilik sejati kekuasaan. Sekuat apapun dukungan asing terhadap sebuah rezim, jika umat telah bergerak untuk mengambil alih kekuasaan, rezim tersebut akan jatuh.
(3) Negara-negara kafir Barat selalu memantau dan berusaha membajak perubahan yang terjadi di negeri-negeri Islam, khususnya Timur Tengah, lalu mengarahkan perubahan tersebut sesuai dengan keinginan mereka. Negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat berusaha mencegah terjadinya perubahan sistemik dan lahirnya para penguasa anti Barat. Barat harus memastikan bahwa demokrasi dan hukum-hukum Barat tidak mengalami perubahan. Barat juga harus memastikan bahwa para penguasa baru yang berkuasa tetap berkiblat kepada Barat dan menjaga kepentingan-kepentingan Barat di negeri itu.
(4) Perubahan yang tidak dipimpin oleh gerakan Islam yang kuat dan tidak melalui persiapan yang baik selalu berhasil diserobot oleh Amerika Serikat dan antek-anteknya. Akibatnya, perubahan tersebut gagal mentransformasikan umat menuju ke arah perubahan hakiki, yakni terbentuknya kekuasaan Islam.

Hakikat Perubahan Hakiki
Perubahan hakiki adalah perubahan masyarakat menuju kebangkitan hakiki. Faktor yang menentukan apakah suatu masyarakat mengalami kebangkitan atau tidak adalah peradaban yang ditegakkan masyarakat tersebut. Dr. Ahmad al-Qashshas di dalam salah satu bukunya, Usus an-Nahdlah ar-Raasyidah (Pondasi Kebangkitan), menyatakan, “Faktor yang menentukan bangkit dan mundurnya suatu masyarakat adalah peradaban yang dimiliki masyarakat tersebut. Jika peradabannya tinggi, niscaya masyarakat di situ akan bangkit. Jika peradabannya mundur, mereka tidak akan pernah mengetahui kebangkitan. Ketika kita membicarakan peradaban yang ada di tengah-tengah masyarakat, berarti kita sedang membicarakan jalan hidup (way of life), pola perilaku, dan pola hubungan yang menjadikan sebuah masyarakat memiliki kekhasan.”
Peradaban dibentuk oleh pemikiran tertentu, yang ada kalanya rendah dan ada kalanya tinggi karena memancarkan sistem kehidupan (ideologi). Bangsa Romawi, Persia dan Cina Kuno merupakan bangsa-bangsa besar yang memiliki peradaban tinggi. Peradaban mereka yang maju tentu lahir dari pemikiran tertentu yang mereka adopsi dan terapkan. Negara-negara besar seperti Inggris, Amerika, Rusia dan Cina mengalami kebangkitan karena mengadopsi dan menerapkan pemikiran tertentu. Rusia (di era keemasan) mengalami kemajuan karena mengadopsi Sosialisme-komunis. Amerika Serikat, Inggris dan Prancis mengalami kebangkitan karena menerapkan Kapitalisme. Umat Islam pada masa Kekhilafahan Islam memiliki peradaban tinggi, bahkan tampil sebagai pemimpin dunia dengan menguasa hampir 2/3 dunia, karena mengadopsi dan menerapkan Islam.
Hanya saja, sekadar mengalami transformasi menuju peradaban yang lebih tinggi tidak serta-merta disebut perubahan hakiki. Yang menentukan hakiki atau tidaknya sebuah perubahan adalah benar atau tidaknya peradaban yang ditegakkan. Jika peradaban yang ditegakkan di tengah-tengah masyarakat benar (sahih), maka masyarakat tersebut dikatakan telah mengalami perubahan hakiki. Sebaliknya, jika peradabannya batil maka masyarakat tersebut tidak dikatakan mengalami kebangkitan hakiki. Faktor yang menentukan benar-tidaknya sebuah peradaban adalah akidah (pemikiran mendasar) yang menyangga peradaban tersebut. Jika akidahnya benar dan lurus, maka peradaban tersebut dikatakan peradaban sahih. Jika akidahnya batil, peradaban tersebut dikatakan peradaban batil.
Berdasarkan penelitian yang jernih dan mendalam, satu-satunya akidah yang sahih dan layak adalah Islam. Kapitalisme dan Sosialisme terbukti gagal mengantarkan manusia menuju kebangkitan hakiki. Keduanya nyata-nyata telah menimbulkan kerusakan hampir di seluruh dimensi kehidupan. Akibat penerapan kedua ideologi ini, manusia terpuruk ke dalam kenestapaan global. Sosialisme-komunis menciptakan peradaban yang memandang manusia tak ubahnya dengan mesin produksi dan benda mati. Ideologi ini juga menggiring manusia untuk menolak eksistensi Tuhan, menggerus fitrah manusia serta menjerumuskan manusia ke dalam pandangan yang aneh dan sesat. Adapun Kapitalisme telah melanggengkan eksploitasi manusia atas manusia lain. Kapitalisme telah menjadikan segelintir manusia hidup sejahtera di atas penderitaan mayoritas manusia. Agama diberangus dan ditempatkan hanya pada ranah privat belaka. Ideologi ini juga mengabsahkan kebebasan (liberalism) di seluruh dimensi kehidupan yang mengakibatkan munculnya dekadensi moral, seks bebas, penguasaan aset umum oleh segelintir orang, peminggiran peran agama dalam negara dan masyarakat serta dampak destruktif lainnya.
Kapitalisme dan Sosialisme tidak saja bertentangan dengan akidah dan syariah Islam, keduanya juga tidak mampu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan holistik. Kemajuan negara-negara Barat sesungguhnya adalah kemajuan semu. Pasalnya, kemajuan mereka disertai dengan penindasan Dunia Ketiga, kesenjangan pendapatan, serta tercerabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Adapun Islam adalah ideologi sahih yang bersumber dari Al-Khaliq al-Mudabbir, memuaskan akal, sesuai dengan fitrah manusia serta pada masa lalu terbukti telah menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan holistik. Dengan demikian, perubahan hakiki adalah transformasi menuju tegaknya peradaban Islam (al-hadharah al-islamiyyah).
Peradaban Islam hanya bisa diwujudkan dengan cara menerapkan Islam secara kaffah dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Semua ini hanya bisa diselenggarakan melalui penegakkan kembali kekuasaan Islam yang digariskan Baginda Nabi saw., yakni Khilafah Islamiyah. Penegakkan Khilafah ini tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya dukungan umat. Umat tidak mungkin memberikan dukungan sebelum mereka menyadari kerusakan peradaban sekarang (Kapitalisme) serta menyadari kewajiban menegakkan syariah Islam secara menyeluruh dalam koridor Khilafah Islamiyah. Penyadaran dan pengorganisasian umat untuk penegakkan Khilafah Islamiyah tidak mungkin dilakukan seorang diri. Di tengah-tengah umat harus ada gerakan Islam yang tidak pernah lelah mendidik, mengembalikan kesadaran, mengorganisasi dan memimpin mereka untuk mendirikan Khilafah Islamiyah menuju perubahan hakiki.

Peran Hizbut Tahrir
Sesungguhnya umat tidak akan bergerak jika tidak digerakkan. Umat tidak akan mengetahui apa yang seharusnya ia tuntut jika tidak diberi tahu apa yang seharusnya mereka tuntut. Umat pun tidak akan menyadari kerusakan masyarakatnya kecuali disadarkan atas kerusakan masyarakatnya. Bahkan umat tidak akan “berani” menuntut perubahan, kecuali ada kelompok yang mampu memimpin dan mengorganisasi mereka. Dalam setiap keadaan, umat senantiasa membutuhkan kelompok sadar yang secara terus-menerus membimbing dan memimpin mereka. Sayang, kelompok-kelompok yang ada di tengah-tengah masyarakat jumlahnya tidaklah sedikit. Masing-masing memiliki tujuan dan target yang berbeda-beda serta saling berlomba untuk merebut kepercayaan umat.
Dalam keadaan seperti itu, umat hanya membutuhkan sebuah kelompok ikhlas yang mampu menjaga kelurusan, kejernihan dan kesucian pemikiran-pemikiran Islam, serta mampu mengungkap kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakatnya.
Pada hakikatnya umat tidak membutuhkan kelompok yang berhaluan sekular, kelompok sosialis, kelompok pragmatis pendukung pemerintahan kufur, serta kelompok-kelompok nyinyir yang tidak memiliki konsep dan garis perjuangan yang jelas. Sebab, kelompok-kelompok seperti inilah yang sejatinya melanggengkan sistem kufur dan menghambat terjadinya perubahan hakiki. Atas dasar itu, umat harus dijauhkan dari kelompok-kelompok tersebut. Umat hanya membutuhkan kelompok yang benar-benar tegak di atas akidah Islam, memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah, memiliki konsep yang jelas, baik thariqah menegakkan Khilafah maupun sistem Islam yang akan diterapkan untuk mengatur seluruh urusan masyarakat. Kelompok seperti inilah yang dibutuhkan umat. Bahkan umat wajib menghimpun dirinya di sekitar kelompok ini, mendukung dan membantunya untuk merealisasikan tujuan-tujuannya.
Peran strategis Hizbut Tahrir adalah menyadarkan umat bahwa perubahan hakiki hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan Islam secara kaffah melalui penegakkan Daulah Khilafah Islamiyah. Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular adalah biang kerok kehancuran manusia. Keadaan umat tidak akan pernah berubah menuju ke arah yang lebih baik, selama mereka masih menerapkan Kapitalisme, demokrasi dan sekularisme. Umat tidak akan pernah bangkit secara hakiki jika tuntutannya hanya sekadar ganti rezim. Kebangkitan hakiki hanya bisa diwujudkan dengan mengganti ideologi rusak dan menerapkan ideologi sahih, yakni Islam.
Peran strategis Hizbut Tahrir lain adalah menjauhkan umat dari penguasa sekular, serta kelompok-kelompok nyinyir, dengan cara mengguncang kedudukan mereka, memutuskan hubungan dengan mereka serta menyingkap kejahatan, kezaliman dan persekongkolan mereka dengan negara-negara kafir. Hizbut Tahrir tidak akan pernah berkompromi dengan para penguasa sekular, bermanis muka kepada mereka, apalagi lagi ber-musyarakah dalam pemerintahan mereka.
Hizbut Tahrir akan terus menjaga dan membentengi umat dari kejahatan mereka, dengan cara membekali umat dengan pemahaman Islam yang jernih dan mendalam.
Adapun dalam konteks menegakkan kembali Daulah Islamiyah, Hizbut Tahrir memulainya dengan cara meletakkan mafahim, maqayis dan qana’at Islam di tengah-tengah masyarakat; menyerang mafahim, maqayis dan qana’at kufur. Tanpa mafahim, maqayis dan qana’at islami, Daulah Islamiyah tidak mungkin terbentuk. Mafahim, maqayis dan qana’at adalah sarana sejati untuk merebut kepercayaan dan kepemimpinan umat, sekaligus senjata ampuh untuk memutuskan hubungan rakyat dengan penguasa. Adapun dari sisi thariqah untuk menegakkan Daulah Islamiyah Hizbut Tahrir menempuh thariqah yang digariskan Nabi saw., yakni thalab an-nushrah. Thalab an-nushrah adalah meraih dukungan ahlul quwwah bagi Hizbut Tahrir untuk menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah, yang atas izin-Nya tidak akan lama lagi.

Prospek Perubahan Hakiki
Perubahan di Timur Tengah telah gagal mengantarkan umat menuju perubahan hakiki. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan di sana tidak memiliki kapasitas untuk menegakkan Khilafah Islamiyah. Pertanyaannya, bagaimana masa depan tegaknya Khilafah Islamiyah di Timur Tengah? Benarkah umat masih mencintai Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular, dan tidak menghendaki tegaknya Khilafah Islamiyah?
Jawaban atas pertanyaan di atas adalah sebagai berikut. Pertama: sesungguhnya umat pasti akan kembali pada Islam dan Khilafah Islamiyah. Pasalnya, Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular memiliki cacat bawaan yang tidak mungkin diobati. Cacat bawaan ini menyebabkan setiap negara yang mengadopsi Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular selalu jatuh dalam kegagalan. Kegagalan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, hingga sosial-budaya akan terus terjadi secara berulang. Kegagalan-kegagalan ini akan menjadikan umat belajar, dan akhirnya memahami bahwa selama mereka masih menerapkan Kapitalisme dan demokrasi-sekular, mereka akan tertimpa problem dan malapetaka. Kesadaran inilah yang akan menyulut keinginan untuk meninggalkan Kapitalisme dan demokrasi-sekular, dan beralih menuju sistem Islam. Negara kapitalis Barat, benar-benar memahami masalah ini. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk melanggengkan Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular adalah: (1) memperkuat posisi para penguasa antek untuk menghambat terjadinya revolusi sejati; (2) mencegah terjadinya perubahan sistemik dengan cara mengalihkan arah perubahan dan mengarahkan terjadinya vacuum of power.
Apabila para penguasa antek Barat tidak bisa dipertahankan akibat kuatnya tuntutan perubahan, Barat tidak segan-segan mengorbankan para penguasa itu, lalu berpura-pura mendukung gerakan perubahan itu, untuk kemudian mengalihkan tuntutan rakyat, dari ganti sistem ke hanya sekadar ganti rezim. Mesir, misalnya, saat Mubarak didesak mundur dari tampuk kekuasaan, Amerika menyatakan bahwa Mubarak adalah mitra sejati Barat. Namun, begitu desakan rakyat semakin kuat, dan kekuatan militer bergabung dengan para demonstran, maka Barat segera mengubah sikapnya. Melalui agen-agennya, Amerika berusaha mengendalikan arah perubahan agar sekadar ganti rezim, dan mencegah terbentuknya Khilafah Islamiyah. Padahal mayoritas masyarakat Mesir, menghendaki syariah dan Khilafah.
Kedua: umat Islam, dalam keadaan selemah apapun, tetap mencintai Islam dan mendukung kelompok ikhlas yang benar-benar hendak memperjuangkan tegaknya Islam. Seiring dengan meningkatkan pemahaman dan kesadarannya, umat bisa memilih dan memilah, mana kelompok yang lurus dan ikhlas, dan mana kelompok nyinyir dan oportunis.
Ketiga: di tengah-tengah umat Islam akan selalu ada kelompok yang tegak di atas kebenaran, yang selalu membimbing dan memimpin umat agar berjalan di atas jalan yang lurus dan benar. Kelompok inilah yang kelak akan menghimpun dan memimpin umat untuk melakukan aktivitas perubahan hakiki, yakni mengganti sistem kufur dengan sistem Islam. Belajar dari kegagalan perubahan di Timur Tengah, salah satu faktor yang menyebabkan perubahan di sana gagal adalah perubahan tersebut tidak dipimpin oleh gerakan Islam yang benar-benar ingin menegakkan Khilafah Islamiyah. Akibatnya, ketika rezim berkuasa berhasil dijatuhkan, umat tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Dalam keadaan seperti ini, Barat, melalui antek-anteknya, segera masuk ke tengah-tengah umat, dan memimpin mereka untuk menjerumuskan mereka ke dalam perubahan semu. Oleh karena itu, adanya kelompok kuat yang mampu memimpin umat untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah sebuah keniscayaan agar arah perubahan tetap fokus dan kendali perubahan benar-benar ada di tangan kaum Muslim, bukan di tangan antek-antek Barat.
Perubahan di Timur Tengah untuk sementara masih belum memiliki kapasitas untuk mengantarkan umat meraih perubahan hakiki. Namun, itu bukan berarti bahwa umat masih mencintai sistem Kapitalisme-sekular. Hati umat masih berpihak pada syariah dan Khilafah. Hanya saja, perubahan di sana belum dipimpin oleh kelompok sadar yang benar-benar siap menegakkan Khilafah Islamiyah. Insya Allah, tidak akan lama lagi, umat akan menuntut terjadinya “revolusi sejati”, karena sekadar ganti rezim bukanlah solusi sejati. Solusi sejati adalah ketika di sana ada perubahan sistem, dari sistem Kapitalisme-sekular menuju sistem Islam. Revolusi itu akan memiliki kapasitas untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, karena umat telah rela dipimpin oleh gerakan Islam yang pro syariah dan Khilafah. WalLahu al-Musta’an wa Huwa Waliyu at-Tawfiq. [Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy]
 

MENGENAL HIZBUT TAHRIR