ISLAM AGAMA SYUMUL

FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA; "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian." [TMQ AL-BAQARAH(2):208]

MASA ITU EMAS


Showing posts with label INFO HADIS. Show all posts
Showing posts with label INFO HADIS. Show all posts

PENJELASAN ATAS KRITIK SANAD HADIS





Lafadz Hadits

حدثنا جعفر بن محمد الخلدي ثنا الحسن بن علي القطان ثنا إسماعيل بن العطار ثنا إسحاق بن بشر ثنا سفيان الثوري عن الأعمش عن شقيق عن سلمة عن حذيفة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من أصبح والدنيا أكبر همه فليس من الله في شيء ومن لم يتق الله فليس من الله في شيء ومن لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم. مستدرك الحاكم


Penjelasan Sanad Hadits

Terkait hadits "... من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم  " ada beberapa jalur periwayatan: pertama, dari Hudzaifah ra. (Lihat ath-Thabarani, al-Mu'jamul Awsath, 7/270). Al-Haitsami berkata (Lihat Majma'uz Zawaa'id, 1/47), "di dalamnya ada Abdullah bin Abi Ja'far ar-Razi, yg didhaifkan oleh Muhammad bin Humaid dan ditsiqahkan oleh Abu Hatim, Abu Zur'ah, dan Ibn Hibban". Ibn Rajab dalam kitab Jaami'ul Ulum wal Hikam (9/2) mencantumkan hadits tersebut dari Hudzaifah tanpa komentar.

Kedua, dari Abu Dzar (riwayat ath-Thabarani). Menurut al-Haitsami (Lihat Majma'uz-Zawaa'id, 11/143), di dalamnya ada Yazid bin Rabi'ah, dan dia matruk.

Ketiga, dari Ibn Mas'ud ra. (Lihat riwayat al-Hakim, 4/356). Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish mengatakan di dalamnya ada Ishaq dan Maqaatil yang keduanya tidak tsiqah dan juga tidak shadiq.
Keempat, dari Anas ra. dengan lafadz: "wa man laa yahtam lil muslimina falaysa minhum" (al-Baihaqi, Sya'bul Iman, 22/11). Al-Baihaqi menegaskan bahwa isnadnya dha'if.

Demikian juga dengan asy-Syaukani (Lihat al-Fawaa'idul Majmu'ah, 1/40), beliau mengatakan bahwa hadits tersebut dhaif.

Berkaitan dengan beragamnya jalur, riwayat dan komentar seperti disebutkan sebelumnya, ahsan jika kita menyimak apa yang disampaikan oleh Ibn katsir, beliau berkata: "meriwayatkan hadits bil ma'na dibolehkan oleh jumhur manusia, salaf dan khalaf.. dan diamalkan". Syaratnya adalah bahwa yang meriwayatkan tahu atas yang dia riwayatkan, bashiirah terhadap lafadz dan maksud dari lafadz. (Lihat al-Baa'its al-Hatsits Fikhtishaari 'Ulumil Hadits, 18).

Di samping itu, jika terdapat hadits yang sanadnya dha'if tetapi "talaqqahul ulama' bil qabuul" wajib diambil. Bahkan, para muhaqqiq seperti Ibn Taimiyyah, as-Subki, dan Ibn Abdis Salam menegaskan, bahwa para ulama mengambil hadits yang isnadnya masih "perlu dikaji", seperti hadits "... من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم ". Lebih dari itu, mereka menjadikannya sebagai dalil dan sandaran salah satu rukun tasyri' yang empat (Lihat Arsyif Multaqa Ahlil Hadits, 1/6747).

Dengan demikian, hadits tersebut di atas bersumber dari beberapa shahabat, dan kebanyakan ulama hadits mendha'ifkan. Untuk jalur dari Hudzaifah ra. yg diriwayatkan oleh ath-Thabarani, menurut al-Haitsami, Abu Zur'ah, Abu Hatim, dan Ibn Hibban mentsiqahkan Abdullah bin Abi Ja'far ar-Razi. Jadi sebenarnya hadits tersebut makbul. Bahkan ketika Ibn Rajab mencantumkan hadits tersebut dalam kitabnya, dan tidak memberikan komentar apapun, menunjukkan penerimaan beliau terhadap hadits tersebut. Artinya, menurut Ibn Rajab hadits tersebut makbul.

Walaupun hadits tersebut pada kebanyakan sanadnya adalah dha'if, tetapi karena 'talaqqahul 'ulama bil qabul', menurut para ulama wajib diambil. Selain itu, meski hadits tersebut pada kebanyakan jalur sanadnya dha'if, tetapi dari segi maknanya sejalan dengan hadits-hadits shahih dan ayat-ayat al-Qur'an yang mewajibkan ihtimam atas kaum muslimin dan urusan mereka.

Jadi,  bisa dikatakan bahwa periwayatan hadits tersebut adalah bil makna, dan ini bagi para ulama salaf dan khalaf adalah boleh. Jika demikian, maka "... من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم " adalah adalah makbul, karena: (1) ada sebagian riwayatnya yang makbul; (2) hadits tersebut diriwayatkan "bil ma'na", dan secara makna sejalan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits shahih yg mewajibkan ihtimam terhadap umat Islam dan urusan mereka; (3) hadits tersebut "talaqqahul ulama' bil qabul".

Wallahua'lam. [yuana ryan al-julaniy/tsaq/syabab.com]


POLITIK KEMUNAFIKAN


Dari Abu Hurairah berkata: Bersabda Rasulullah SAW:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لاَ تَزَالُ الرِّيحُ تُمِيلُهُ وَلاَ يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيبُهُ الْبَلاَءُ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ شَجَرَةِ اْلأَرْزِ‏ ‏لاَ تَهْتَزُّ حَتَّى تَسْتَحْصِدَ

Perumpamaan orang mukmin adalah seperti tanaman yang selalu digoyang oleh angin. Dan orang mukmin senantiasa ditimpa ujian dan cobaan. Sementara, perumpamaan orang munafik adalah seperti pohon Arzi yang tidak digoyang sampai dipanen.” (HR. Muslim)

Dalam shahih Muslim dengan syarah an-Nawawi dijelaskan bahwa sabda Rasulullah SAW, ( تميلها وتفيئها ), tamîluha wa tafî’uha, maknanya adalah sama, yaitu digerakkan oleh angin ke kiri dan ke kanan. Sementara sabda Rasululah SAW (تستحصد ), tastahsidu, yakni tidak berobah hingga ia dicabut sekali saja, seperti tanaman yang sudah kering.

Adapun ( الأرزة ), al-arzah, maka menurut para ahli bahasa ia adalah jenis pohon yang sudah dikenal bernama ( الأرزن ), al-arzan, pohon ini serumpun dan serupa dengan pohon cemara, yang banyak terdapat di Syam, dan di negeri Armenia.

Para ulama mengatakan: Pengertian hadits ini adalah bahwa orang mukmin banyak mendapat ujian dan cobaan pada badannya, keluarganya, dan harta bendanya, namun semua itu akan menjadi penebus dosa dan kesalahannya, serta pengangkat derajatnya. Adapun orang kafir, maka ia sedikit mendapatkan hal itu; dan sekalipun itu terjadi, maka itu tidak akan menghapus dosa dan kesalahannya, namun dosa dan kesalahannya tetap akan dibalas secara penuh kelak di hari kiamat.

Di zaman kita sekarang bunglon (oportunis) dan politik kemunafikan telah menjadi aktivitas yang biasa dan membudaya, bahkan ia telah menjadi jalan normal (wajar dan biasa) ditempuh oleh mereka yang tamak dan rakus terhadap dunia, dan sebaliknya abai dengan akhirat. Lebih dari itu, bahwa para bunglon itu telah kehilangan rasa malu, bahkan mengajak yang lain untuk menjadi bunglon seperti dirinya. Sehingga, ketika Anda berkata: Aku harus teguh dengan ideologiku, pemikiranku, dan keyakinanku, maka ia (bunglon) akan menghina dan merendahkan Anda. Sebab, baginya menjadi bunglon merupakan sunnah, sementara teguh merupakan bid’ah; baginya menjual ideologi merupakan kebaikkan, sementara teguh atasnya merupakan kerusakan.

Imam Ahmad dalam kitab az-Zuhd, dari Syaqiq bin Salamah, ia berkata bahwa kami datang kepada Abu Mas’ud Uqbah bin Amr al-Anshari, lalu kani berkata kepadanya, berilah kami wasiat. Ia (Abu Mas’ud) berkata: “Bertakwalah kepada Allah! Aku berlindung dari percikan neraka. Jauhilah oleh kalian sikap bunglon dalam beragama, sehingga kebenaran yang Anda lihat hari ini, maka besoknya jangan Anda jadikan sebagai sebuah kemungkaran. Sebaliknya, kemungkaran yang Anda lihat hari ini, maka besoknya jangan Anda jadikan sebagai sebuah kebenaran. Maksudnya adalah jangan Anda menjadikan kebenaran hari ini sebagai kemungkaran di kemudian hari, dan begitu juga sebaliknya. Sebab, kebenaran tetap menjadi kebenaran tidak akan berubah, dan sebaliknya kemungkaran tetap akan menjadi kemungkaran tidak akan beganti. Ketika telah berubah parameter kebenaran dan kemungkaran di sisi kami, maka berlakulah terhadap kami firman Allah SWT:

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُواْ اللّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah pun melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (TQS. At-Taubah [9] : 67)

Sememtara di antara tanda-tandanya yang paling menonjol adalah tidak teguh terhadap kebenaran, bersikap pragmatisme, dan bersandar pada realitas. Sehingga, sekarang mendukung Anda, besoknya memusuhi Anda; sekarang musuhku, besok temanku; sekarang aku membencimu, besok aku mencintaimu; sekarang aku tidak sependapat dengan kamu, besok aku setuju dengan kamu; sekarang halal, besok haram; dan seterusnya.

Hudzaifah bin Yaman, seorang sahabat Rasulullah SAW pernah berkata: “Apabila salah seorang dari kalian ingin mengetahui apakah ia telah ditimpa fitnah atau tidak, maka lihatlah! Apabila ia melihat sesuatu yang halal sebagai sesuatu yang haram, maka ia telah ditimpa fitnah; dan apabila ia melihat sesuatu yang haram sebagai sesuatu yang halal, maka ia telah ditimpa fitnah.”

Kami memohon kepada Allah semoga kami diberi keselamatan dan keteguhan dalam memegang dan memperjuangkan kebenaran.

Sumber: hizb-ut-tahrir.info
Tanggal: 22 Dzul Hijjah 1430 H/9 Desember 2009 M.
 

MENGENAL HIZBUT TAHRIR