BENARKAH SALAFI PALING AHLUS SUNNAH?
SALAFIYYUN DALAM SOROTAN :
BENARKAH GERAKAN SALAFY PALING AHLUS SUNNAH ?
Oleh : Fauzan al-Anshori
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, di tengah kaum muslimin muncul sebuah gerakan yang menamakan dirinya salafiyah atau salafiyyun. Mereka menyatakan dirinya sebagai umat Islam yang paling ahlu sunnah wal jama’ah, paling firqah najiyah, paling salafus sholih dan paling thaifah manshurah. Siapa bergabung dengan mereka, mereka anggap kelompok ahlu sunnah wal jama’ah. Siapa tidak bergabung dengan mereka, mereka sebut sebagai ahlu bid’ah, ahlul ahwa’, Hizbiyyah Khawarij, firqah dhalalah dan sebutan mengerikan lainnya. Sebenarnya apa gerakan salafiyyun itu?
Bagaimana aqidah dan manhaj mereka menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘ala fahmi Salafush Sholih? Betulkah yang bergabung dengan mereka termasuk ahlu sunnah, dan yang tidak bergabung termasuk hizbiyyah dan ahlu bid’ah? Benarkah segala klaim dan tudingan mereka ?
Ada sebuah pertanyaan yang mengganjal dalam benak kita, manakala melihat kiprah gerakan salafiyyun di medan dakwah. Vonis-vonis keras kepada seorang atau kelompok Islam yang berada di luar arus mereka, dan pengkultusan kepada syuyukh (guru-guru) di kalangan mereka sehingga mereka tidak menerima bila syuyukh mereka dikritisi. Benarkah ini cerminan interaksi sosial ‘ala ahlus sunnah terhadap ahlul bid’ah?
Ataukah ada sesuatu yang salah?
1. TA’ASHUB DAN TAQLID BUTA
Bila diperhatikan, sebenarnya sikap ini bukanlah sebuah kebetulan belaka. Sikap ini lahir dari sikap hizbiyyah mereka, yang mereka terima dari para syuyukh mereka sendiri. Betapa tidak, sejak awal belajar seorang muslim yang bergabung dengan kelompok ini sudah didoktrin untuk menerima suatu dogma: bahwa kebenaran itu mempunyai tanda-tanda pengenal dan menara penerang, yang berwujud ajaran yang diterima dari kelompok mereka!
Itulah yang diajarkan para syuyukh mereka. Adalah syaikh Ali Hasan Al Halabi Al Atsari – seorang syaikh panutan mereka yang mengakui dirinya syaikhu salafiyyin ketiga setelah syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah – yang menyatakan ijma’ tentang kedudukan tiga syuyukh salafiyyun ini dengan mengatakan:
“Para ulama kami yang agung itu, mereka itulah bintang-bintang pemberi petunjuk dan meteor yang tinggi, barangsiapa berpegang teguh dengan mentaati mereka, mereka itulah yang selamat dan barangsiapa memusuhi mereka, maka dialah orang yang tersesat” (At Tahdziru Min Fitnati Takfir, hal. 39)
Jika ini yang dikatakan oleh syaikh panutan mereka, lantas bagaimana dengan para pengikut mereka? Pernyataan ini perlu mendapat catatan yaitu:
Pertama: Ijma’ menurut para ulama adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahidin setelah wafatnya Rosululloh saw. –bukan para syuyukh salafiyyun– dalam suatu masa tertentu, atas suatu persoalan tertentu. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah tidak adanya pendapat yang menyelisihi meski dari seorang ulama pun. Bila ada seorang ulama yang menyelisihi, maka namanya bukan ijma’.
Kedua: Pernyataan bahwa siapa yang bergabung dengan syaikh fulan dan membelanya baik benar maupun salah berarti kelompok yang benar, dan siapa mengkritik (memusuhi?) dan tidak bergabung dengan syaikh fulan berarti kelompok yang salah dan sesat, hal itu merupakan sebuah hizbiyyah, ta’ashub buta dan taklid buta yang terlarang dan sama sekali bukan sikap ahlu sunnah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang artinya: “Barangsiapa menjadikan seseorang selain Rosululloh, siapa mengikutinya dan sejalan dengannya, ia adalah seorang ahlu sunnah, dan siapa yang menyelisihinya berarti adalah ahlu bid’ah dan firqoh, sebagaimana terdapat pada kelompok ahlu kalam --dan juga salafiyyun hari ini-- dan kelompok lainnya, maka ia termasuk ahlu bid’ah, dholal (sesat) dan tafaruq (pemecah belah persatuan umat Islam).” (Majmu’ul Fatawa 3/216)
Subhanallah, pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini telah menyingkap dengan telak, siapa sebenarnya gerakan salafiyyun ini. Alhamdulillah, kita tak perlu bersusah payah, Syaikhul Islam sudah membongkarnya dengan sangat telak.
Imam Abdurrahman Ibnu Jauzi mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnya mayoritas para ahlu bid’ah itu dalam hati mereka ada ta’dzim (mengagungkan, mengkultuskan) seseorang --syaikh, ustadz, kiyai, habib, dll-- mereka mengikuti perkataannya tanpa mentadaburi apa yang dikatakan, ini adalah sebuah kesesatan, karena melihat itu seharusnya kepada apa yang dikatakan, bukan kepada siapa yang mengatakan. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali kepada Harits bin Hauth. Harits mengatakan kepada Ali, “Apakah anda mengira bahwa kami mengira Thalhah dan Zubair berada di atas kebatilan?” Maka Ali menjawab, “Wahai Harits, engkau ini terkena talbis (kerancuan). Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui dari orang-orangnya.
Ketahuilah kebenaran, maka engkau akan mengetahui pengikut kebenaran.” (Talbisu Iblis hal.101)
Sesungguhnya gerakan salafiyyun telah mendapat peringatan, kritikan dan nasehat dari para ulama, berkenaan dengan penyelisihan-penyelisihan mereka secara jelas terhadap aqidah ahlu sunnah wal jama’ah. Namun mereka tetap berjalan dengan penyelewengan mereka, bahkan semakin keras dan menyerang kelompok-kelompok umat Islam di luar mereka.
2. SEKULERISME
Maka inilah yang terjadi bagaimana sebuah kelompok yang menamakan dirinya salafiyyun, pengikut salafus sholih, namun menganut paham sekulerisme. Ini pernyataan syaikh nomer kedua mereka syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah yang artinya: “Saya meyakini bahwa slogan, “berikan hak kaisar kepada kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan” adalah sebuah kalimat bijaksana yang sesuai dengan zaman kita ini.” (Hiya As Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan hal. 172).
Ya, tentu saja sangat sesuai dengan gerakan salafiyyun, namun jelas sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan Islam. Semua Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah memahami bahwa Islam adalah Agama dan Negara. Islam tidak sekedar mengatur urusan ritual peribadatan semata, namun juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dan semua Ulama juga telah bersepakat, bahwa sekulerisme merupakan sebuah paham kufur.
Tak heran bila gerakan salafiyyun ini gencar melarang berbicara urusan politik, tahkimu syari’ah, amar ma’ruf kepada penguasa, apalagi urusan Khilafah Islamiyyah. Menurut mereka orang-orang yang mengangkat tema-tema tahkimu syari’ah, amar makruf kepada penguasa atau Khilafah Islamiyyah adalah kelompok hizbiyyun, khawarij, Ahlu bid’ah, orang-orang yang haus kekuasaan, orang-orang yang tidak mempedulikan urusan dakwah tauhid. Padahal jelas, seluruh Ulama telah ijma’ bahwa amar makruf dan menegakkan khilafah merupakan sebuah kewajiban kifayah. Fardhu khifayah bila tidak tuntas menjadi fardhu ‘ain. Adapun tuduhan tidak mempedulikan dakwah tauhid dan haus kekuasaan, tentunya sebuah tuduhan yang harus dibuktikan dengan bukti-bukti nyata, jika tidak tentu sebuah tuduhan kosong.
Yang lebih mengherankan lagi, mereka menganggap pemerintahan sekuler sebagai pemerintahan Islam yang wajib ditaati oleh kaum Muslimin. Maka semua orang yang paham tauhid tentu akan tertawa, ketika melihat kekonyolan mereka menganggap pemerintahan Nushairiyyah Syiria, misalnya, sebagai pemerintahan Islam yang harus ditaati, dan mereka menghujat Mujahidin Syiria yang berjihad melawan pemerintah Nushairiyyah. Padahal semua orang yang paham tauhid tentu paham bahwa Ulama Islam telah ijma’ bahwa Nushairiyyah adalah sekte kafir. Ya, kelucuan-kelucuan lainnya yang timbul dalam urusan ini tak bisa dipisahkan dari prinsip sekulerisme yang dianut oleh syuyukh mereka ini.
3. MENIHILKAN JIHAD
Ta’thil (menihilkan) jihad, itulah salah satu (sifat gerakan) salafiyyun yang mendakwahkan dirinya sebagai kelompok paling Ahlus Sunnah, atau bahkan satu-satunya Ahlus Sunnah dan di luar kelompok mereka (adalah) ahlul bid’ah dan hizbiyyah semua. Padahal jelas, salah satu sifat utama Thaifah Manshurah adalah jihad fie sabilillah, berperang di jalan Allah Ta’ala untuk meninggikan kalimatullah. Bahkan asbabul wurud hadits tentang Thaifah Manshurah pun berasal dari adanya sebagian shahabat Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa salam yang menyatakan jihad sudah selesai.
Jihad merupakan sifat tak terlepaskan dari generasi salafu sholih, dan jihad akan senantiasa berlanjut sampai Umat Islam bertempur melawan Dajjal. Para Ulama juga telah ijma’ bahwa manakala musuh menduduki salah satu negeri Islam, jihad menjadi fardhu ‘ain. Negeri Islam pertama yang lepas ke tangan tentara salib adalah Andalus (Spanyol), tahun 1942 M, atau 510 tahun yang lalu. Sampai hari ini Andalus tetap menjadi negara nashrani, maka jihad membebaskannya fardhu ‘ain atas seluruh Umat Islam yang mampu. Bahkan negeri (Islam) Palestina yang hanya (berjarak) beberapa ratus kilometer dari pusat lahirnya gerakan salafiyyun, telah jatuh ke tangan Inggris sejak 1917 M, lalu ditegakkan negara Israel tahun 1948 M. Sampai saat ini, jihad untuk membebaskan Palestina belum tuntas, maka jihad untuk membebaskan Palestina menjadi fardhu ‘ain.
Namun begitu, simaklah fatwa syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah, yang tinggal hanya beberapa ratus kilometer dari bumi Palestina: “Silahkan anda meneliti ayat-ayat yang datang untuk melengkapi dan menjelaskan ayat yang memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan (yang dimaksud adalah QS. Al Anfal ayat ke: 60, pent.) maka anda akan mengetahui bahwa jihad yang paling utama hari ini -saat kita dalam kelemahan seperti sekarang ini- adalah menahan diri dari berjihad.” (Muhammad Ibrahim Syaqrah, Hiya As Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan hal. 204).
Ya, itulah fatwa syaikh kedua gerakan salafiyyun. Maka mereka pun diam seribu bahasa, tidak peduli nasib kaum Muslimin Palestina yang setiap hari meregang nyawa di tangan peluru-peluru tentara zionis Israel. Mereka pun diam ketika dua juta Umat Islam Iraq meregang nyawa akibat embargo ekonomi (1991) dan invasi (2002) oleh tentara salibis Internasional dan didukung oleh negara-negara Arab antek AS. Bahkan mungkin anda akan terkejut membaca fatwa syaikh pertama mereka, fadhilatu syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani yang memfatwakan Umat Islam Palestina untuk berhijrah. Ya, silahkan berhijrah dari Palestina, tidak usah berjihad, serahkan saja bumi Palestina kepada Israel. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Barangkali syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani sedang tidak memegang buku aqidah salaf ketika memfatwakan begitu, sehingga lupa bahwa Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ salafu shalih telah menyatakan bahwa jihad akan tetap berlangsung sampai hari kiamat, sampai Umat Islam memerangi Dajjal. Barangkali saja, beliau lupa ada hadits mutawwatir tentang Thaifah Manshurah yang akan senantiasa berjihad sampai akhirnya mereka memerangi Dajjal.
Paling tidak, beliau masih meyakini adanya ‘idad. Jika begitu, masih lumayan. Tetapi fatwa beliau selanjutnya membuat kita bengong dan kaget. Ketika membicarakan ayat 60 surat Al-Anfal yang memerintahkan ‘idad beliau menyatakan: “Barangsiapa memperhatikan nash ini tentu ia akan menyatakan wajibnya menahan diri dari jihad (tidak berjihad), sampai i’dad mencapai taraf sempurna. Kadang bentuk i’dad adalah tidak beri’dad, karena tujuan i’dad memang untuk menakutkan musuh…” (Muhammad Ibrahim Syaqrah, Hiya As-Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan, hal. 203).
Bentuk jihad adalah tidak jihad, bentuk i’dad adalah tidak i’dad, tidak ada jihad sampai i’dad mencapai taraf sempurna. Wahai Umat Islam Palestina, jangan berjihad melawan Israel sebelum kekuatan militer kalian menyamai militer Israel yang dibantu seluruh negara besar kafir semisal AS dan Inggris. Jangan berjihad melawan Israel sampai kalian memiliki tank, pesawat tempur, rudal-rudal dan bom nuklir sebanyak yang dimiliki Israel. Selama kekuaatan militer kalian tidak sama dengan kekuatan Israel, haram kalian untuk berjihad. Kewajiban kalian adalah i’dad, dan bentuk i’dad adalah tidak i’dad. Jadi?
Padahal menurut para ulama, i’dad dalam hal ini adalah i’dad menurut kemampuan (tafsir Ibnu Katsir 2/503). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menyatakan bahwa dalam perang defensif seperti manakala musuh menyerang negeri Umat Islam, saat itu Umat Islam tidak boleh mundur dari medan perang sekalipun musuh berkali-kali lipat dari jumlah Umat Islam. Musuh dihadapi, dengan kemampuan yang ada. (Fatawa al-Kubra 1/236).
Dan untuk umat Islam Afghanistan, fatwa itu maknanya: jangan berjihad melawan AS dan sekutunya selama kekuatan militer kalian tidak sama besar dengan kekuatan militer AS dan sekutunya. Jangan melawan serbuan AS, jika pasukan komando, tank, kapal selam, pesawat tempur, pesawat siluman, rudal, bom nuklir, kapal pembom, kapal induk, kapal perusak kalian belum sama banyak dan sama kuat dengan milik AS dan sekutunya. Jangan berjihad cukup i’dad saja. Tawaran manis bukan?
Saudaraku…untuk kepentingan siapa Umat Islam diajak menyerah dengan takdir, berpangku tangan, tidak berusaha…bukankah ini menyerah kepada taqdir versi sekte sesat Jabariyah dan Jahmiyah…? Jika Allah menakdirkan AS mengganyang Afghanistan, bukankah itu takdir yang harus diterima dengan lapang dada? Jika memang sudah takdirnya Israel menjajah Palestina dan membantai Umat Islam, kenapa kita harus mempersoalkannya? Jika Allah menakdirkan Khilafah Islamiyyah jatuh akibat konspirasi musuh Islam Internasional, kenapa kita harus ribut? Bukankah dengan sekali kun fayakun, AS akan hengkang, Israel akan binasa dan khilafah tegak. Kenapa harus bersusah payah? Bukankah lebih baik duduk di bawah kipas angin di masjid, asyik membaca buku dan membicarakan kejelekan para da’i di luar kelompok kita?
Untuk kepentingan siapa syaikh mereka, syaikh Rabi’ Al-Madkhali mengarahkan meriam takfir (pengkafiran) kepada Sayid Quthb yang aktif mengkritik pemerintahan sekuler? Kemudian anda melihat mereka duduk berpangku tangan, menerima takdir, puas dengan aqidah Jahmiyyah-Jabbariyyah, demi keselamatan “aqidah salafiyah” mereka?
Tentara salibis dan zionis membantai ratusan ribu bahkan jutaan Umat Islam, tentara sekuler menegakkan pemerintahan sekuler dan bahu membahu dengan tentara salibis-zionis untuk memadamkan cahaya Allah Ta’ala, lantas anda berpangku tangan demi keselamatan “aqidah salafiyyah” anda, agar tidak diusik oleh tentara salibis, zionis dan sekuleris? Anda ingin cahaya Islam menerangi persada dunia ini dengan tanpa membuat orang-orang yahudi, nashrani dan musyrikin memarahi dan membenci anda? Jika itu aqidah anda, silahkan saja. Namun bagi Umat Islam lain di luar kelompok anda, tentu tak akan melupakan petuah Syaikhul Islam Ibnu Qayyim:
“Wahai orang-orang yang bermental banci, di mana anda dari jalan? Jalan di mana di atasnya: Adam kelelahan, Nuh meratap sedih, Al-Khalil dilempar ke dalam api, Ismail dibaringkan untuk disembelih, Yusuf dijual dengan harga murah dan dipenjara beberapa tahun, Zakaria digergaji, Yahya disembelih, Ayyub menderita sakit parah, tangisan Daud melebihi batas kewajaran, Isa berjalan kesusahan seorang diri dan Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salam mengalami kemiskinan dan berbagai siksaan. Anda malah bersantai dengan kelalaian dan permainan?” (Al-Fawaid, hal. 56).
4. CUEK DENGAN NASIB UMAT ISLAM
Syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah menyatakan: “Termasuk fiqhul waqi’ (memahami realita yang ada) adalah engkau meninggalkan fiqhul waqi’ supaya fiqhul waqi’ menjadi sempurna dalam dirimu sehingga engkau menjadi orang yang paling tahu dan paham tentang fiqhul waqi’.” (Hiya As-Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan, hal. 148).
Tak usah membaca koran, majalah, mendengar radio, melihat TV. Tak usah peduli dengan segala apa yang terjadi dengan dunia sekitar anda. Tak usah peduli dengan nasib ratusan juta Umat Islam di seluruh dunia, biarkan saja mereka, nanti anda akan menjadi orang yang paling paham dengan kondisi mereka. Diamnya anda, kesibukan anda dengan tarbiyyah dan tashfiyyah, kecuekan anda dengan jahiliyyah modern hari ini, akan menjadikan anda orang yang paling paham dengan kondisi dunia modern. Anda cuek dan diam, sibuk dengan urusan anda, maka anda akan menjadi orang yang paling pintar, mengalahkan semua pengamat. Untuk pandai dan paham tentang dunia sekitar, tak perlu belajar dan mencari tahu, cukup tashfiyyah dan tarbiyyah, kun fayakun anda jadi orang paling pintar.
Sebuah prinsip yang sangat bagus dan menggiurkan. Ukhuwah Imaniyyah yang menuntut kita memperhatikan nasib seluruh saudara kaum Muslim di dunia, bisa dirontokkan dengan dua baris kalimat sakti syaikh salafiyyah. Bila demikian keadaannya, maka hendaklah kita mencamkan wasiat Shahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: “Ikatan Islam akan lepas satu persatu bila di kalangan Umat Islam timbul sebuah generasi yang tidak paham dengan jahiliyyah” (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Al-Fawaid, hal. 143).
Tidak paham konspirasi salibis-zionis-musyrikin, tidak paham kondisi saudara-saudara Muslim di berbagai belahan dunia yang sedang kesulitan, tidak paham sekulerisme, Khawarij, Murjiah, Jabariyyah, Jahmiyyah, bahkan tidak paham ahlus sunnah wal Jama’ah. Ya sudah, hancurlah Islam. Lepaslah ikatan Islam.
Inilah gambaran sekilas latar belakang pemikiran gerakan sesat Murji’ah ekstrim, yang hari ini dengan bangga menggelari dirinya sebagai gerakan salafiyyah. Mereka menganggap penyelewengan mereka dari aqidah ahlu sunnah wal jama’ah sebuah perkara remeh, padahal di sisi Allah Ta’ala sebuah perkara besar.
Tulisan super singkat ini belum membahas banyak hal tentang aqidah dan manhaj gerakan salafiyyah. Insya Allah, di lain kesempatan berbagai masalah yang berkaitan dengan gerakan ini akan disorot. Yang jelas, kemungkinan besar akan ada pihak-pihak yang merasa keberatan dan tidak terima dengan tulisan ini. Maka kepada saudara Muslim siapa pun dirinya kami nasehatkan beberapa hal berikut ini:
a. Mengembalikan seluruh perselisihan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman salafus sholih.
b. Tidak ta’ashub buta dan taqlid buta kepada siapa pun, seberapa pun kebesaran jasanya dan ketinggian ilmunya, karena tidak ada yang ma’shum selain Rasulullah shalallahu ’alaihi wa salam
(Sumber : majelis.mujahidin.or.id; dimuat Kamis, 12 Mei 2005)
Tak perlu mengkritik salafi, karena keanehan salafi sangat jelas bagi orang berakal cerdas. Koreksi saja dulu Aqidah kita, apakah kita masih menolah hadits Ahad sebagai Hujjah?