ISLAM AGAMA SYUMUL

FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA; "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian." [TMQ AL-BAQARAH(2):208]

MASA ITU EMAS


KHUTBAH AIDUL ADHA 1429H

Khutbah Idul Adha 1429 H :

Berkorban Demi Tegaknya Islam



بسم الله الرحمن الرحيم


KHUTBAH IDUL ADHHA 1429 H

BERKORBAN DEMI TEGAKNYA ISLAM


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama, yaitu hukum Islam.

Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat. Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan yang terus menghampiri mereka.

Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya. Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.

Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah. Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS, dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.

Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:

«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»

“Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, ‘Apakah karena jumlah kita yang saat itu memang sedikit?’ Baginda Nabi menjawab, ‘Tidak. Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.’ Ada yang bertanya, ‘Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?’ Baginda menjawab, ‘Mencintai dunia, dan takut akan kematian.’” (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah (wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut. Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:

«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»

“Amma ba’du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal, kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa) pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa takut dan gentar sedikit pun.

Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na’im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —’alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya; yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela, tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.

Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata, fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah, adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, ”Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di dalam perutmu itu berasal dari hartanya.” Muhaishah pun menjawab, ”Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan penggal lehermu.” Huwaishah bertanya lagi dengan nada heran, ”Demi Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan membunuhku?” Muhaishah menjawab dengan tegas, ”Benar.” Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan generasi emas para sahabat Rasulullah saw.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam?

Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah, Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah). Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa, maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah, jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.

Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:

«لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ»

”Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Bagi mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami’na wa atha’na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih, karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً ﴿٣٦﴾

”Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?

Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya, kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela kehormatan mereka.

Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.

Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada’:

«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»

”Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di bulan ini dan di negeri ini.”

Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.

Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah,

Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja. Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa? Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan; sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya. Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian, narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi, bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:

وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾

”Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya.” (Q.s. al-Anfal [08]: 25)

Allahu Akbar 3x walillahil hamd.

Kaum Muslim rahimakumullah.

Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?

Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu ’anhum— telah meraihnya. Demikian pula khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.

Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaj an-Nubuwwah.

Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:

«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».

”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)

Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah, dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa’ (jamak dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal Attaturk, la’natu-Llah wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma’in.

Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia. Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad. Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global, Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya, Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya, penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim, sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan keridloan Allah SWT.

Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan negara Khilafah.

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،

اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/29/khutbah-idul-adha-1429-h-berkorban-demi-tegaknya-islam/

INFO HARI RAYA 'AIDIL ADHA 1429H


Idul Adha 1429 H, Jatuh Pada Hari Senin,

8 Desember 2008


Berdasarkan informasi dari Haramain Syarifain: Dzulqa’dah digenapkan 30 hari, sehingga 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu 29 November 2008. Wukuf di Arafah jatuh pada hari Ahad 7 Desember 2008. Dengan demikian maka hari Raya Idul Adha 1429 H jatuh pada hari Senin 8 Desember 2008.

Hizbut Tahrir Indonesia

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/29/idul-adha-1429-h/

SESAT

Sesat (Dhalal)



Sesat atau kesesatan bahasa Arabnya adalah dhalal atau dhalalah. Ia merupakan mashdar (gerund) dari dhalla–yadhillu–dhalal[an] wa dhalalat[an]; maknanya di antaranya: ghaba wa khafa (tersembunyi), zahaba (pergi/lenyap), dha’a (sia-sia), halaka (rusak), nasiya (lupa), al-hayrah (bingung), dan khatha’a (keliru).1


Abu Amru seperti dikutip al-Azhari dan Ibn Manzhur, Abu Manshur yang dikutip Ibn Manzhur, dan Ibn al-‘Arabi yang dikutip al-Qurthubi, menyatakan bahawa asal dari dhalal adalah al-ghaybubahdhalal adalah al-halak (rosak).3 Kemudian al-Baghawi menggabungkan keduanya bahawa asal dari dhalal adalah al-halak wa al-ghaybubah (tersembunyi/ghaib).2 Menurut al-Alusi dan Abu Hilal al-‘Askari, asal dari (rosak dan tersembunyi).4


Kata dhalla dan bentukannya banyak sekali terdapat di dalam al-Quran dan hadis. Al-Quran menyatakan kata dhalla dan terdapat sebanyak 191 kali di 105 ayat. Di antaranya juga menggunakan makna bahasa di atas (Lihat, misalnya: TMQ Thaha [20]: 52; TMQ asy-Syuara’ [26]: 20; TMQ al-Baqarah [2]: 282; TMQ ar-Ra’d [13]: 14; TMQ al-An’am [6]: 94; TMQ al-Qamar [54]: 47).


Dhalal juga bererti dhiddu al-huda wa ar-rasyad (lawan dari petunjuk dan bimbingan). Ibn al-Kamal dan al-Jurjani menyatakan bahawa dhalal adalah ketiadaan sesuatu yang menjurus kepada apa yang dituntut; atau jalan yang tidak menjurus kepada yang dicari/tujuan.5 Al-Qurthubi mengatakan bahawa dhalal hakikatnya adalah pergi meninggalkan kebenaran, diambil dari tersesatnya jalan, iaitu menyimpang dari jalan yang seharusnya. Ibn ‘Arafah berkata, “Adh-Dhalal, menurut orang Arab, adalah berjalan di jalan yang bukan jalan yang dimaksud (bukan jalan yang menjurus kepada maksud dan tujuan).”6


Abu Ja’far, seperti dinukil oleh ath-Thabari, mengatakan, “Jadi, setiap orang yang menyimpang dari jalan yang dimaksudkan, dan menempuh selain jalan yang lurus, menurut orang Arab, ia sesat, kerana ketersesatannya dari arah jalan yang seharusnya.”7


Walhasil, dhalal secara tradisi tidak lain adalah penyimpangan dari jalan yang boleh membawa pada tujuan yang diinginkan, atau penyimpangan dari jalan yang seharusnya.


Secara syar’i, jalan yang dimaksud tentu saja jalan kebenaran (thariq al-haqq) atau jalan yang lurus (thariq al-mustaqim), yang tidak lain adalah Islam itu sendiri. Prof. Rawas Qal’ah Ji menjelaskan bahawa adh-dhalal adalah tidak tertunjuki pada kebenaran (‘adam al-ihtida’ ila al-haqq).8 Menurut ar-Raghib al-Asfahani, adh-dhalal adalah penyimpangan dari jalan yang lurus (al-‘udul ‘an ath-thariq al-mustaqim). Al-Qurthubi, ketika menafsirkan surat al-A’raf ayat 60, menyatakan bahawa adh-dhalal adalah penyimpangan dari jalan kebenaran dan pergi darinya (al-‘udul ‘an thariq al-haqq wa az-zihab ‘anhu).


Adh-Dhalal boleh berlaku dalam masalah akidah mahupun hukum syariah. Murtadha az-Zabidi di dalam Taj al-’Urus (1/7250) menyatakan, “Adh-Dhalal (dilihat) dari sisi lain ada dua bentuk: dhalal pada al-’ulum an-nazhariyyah seperti dhalal dalam ma’rifah akan wahdaniyah Allah, kenabian, dsb yang ditunjukkan dalam TMQ an-Nisa’ [4]: 136; dan dhalal dalam al-’ulum al-’amaliyyah seperti ma’rifah tentang hukum-hukum syariah, yang merupakan ibadah.”9


Al-Quran menjelaskan orang-orang yang sesat, iaitu orang-orang yang menyekutukan Allah (TMQ an-Nisa’ [4]: 116); orang kafir (TMQ an-Nisa’ [4]: 136); orang murtad adalah orang yang menjadi kafir setelah beriman (TMQ Ali Imran [3]: 90); orang yang membunuh anak-anak mereka kerana kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah berikan kepada mereka semata-mata demi mendustakan Allah (TMQ al-An’am [6]:140); berputus asa dari rahmat Tuhannya (TMQ al-Hijr [15]: 56); orang yang telah dikuasai oleh kejahatannya (TMQ al-Mu’minun [23]:106); menderhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, iaitu memilih yang lain dalam suatu perkara, padahal Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan dalam perkara tersebut (TMQ al-Ahzab [33]: 36); orang kafir, iaitu orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat serta menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok (TMQ Ibrahim [14]: 2-3). Termasuk bahagian dari kesesatan (adh-dhalalah) adalah perilaku berhukum kepada thaghut (TMQ an-Nisa’ [4]: 60) serta mengambil musuh Allah dan musuh kaum Muslimin sebagai wali, kerana rasa kasih sayang (TMQ Mumtahanah [60]: 28), dan sebagainya.


Berdasarkan semua itu, secara syar’i, adh-dhalal dapat didefinisikan sebagai penyimpangan dari Islam dan kufur terhadap Islam (inhiraf ’an al-islam wa kufr bihi). Dengan demikian, semua bentuk penyimpangan dari Islam merupakan bahagian dari kesesatan. Akan tetapi, tidak semua bentuk penyimpangan dari Islam itu menjadikan pelakunya dapat dihukum sesat. Al-Quran sendiri menjelaskan bahawa perbuatan berhukum pada hukum thaghut (hukum selain dari yang diturunkan oleh Allah) merupakan perbuatan kufur. Namun, tidak semua pelakunya dihukum kafir, tetapi ada juga yang dinilai fasik atau zalim.


Penyimpangan dari Islam itu ada juga berbentuk kesalahan, iaitu kekeliruan pemahanan dan praktik yang terkait dengan perkara syariah yang akibatnya adalah maksiat. Namun, ada juga penyimpangan dalam bentuk kesalahan pemahaman yang terkait dengan perkara akidah atau syariah, tetapi diyakini kebenarannya, iaitu yang merupakan perkara qath’i atau bahagian dari perkara yang ma’lum min ad-din bi adh-dharurah, yang akibatnya adalah kekufuran. Hal yang sama berlaku juga dalam hal pengingkaran.


Dengan demikian, penyimpangan dan pengingkaran yang menyebabkan penganut atau pelakunya dinilai sesat adalah penyimpangan atau pengingkaran dalam perkara ushul, bukan dalam perkara furu’. Perkara ushul adalah perkara yang berkaitan dengan akidah.


Diantara kriteria-kriteria sesuatu fahaman atau aliran yang dinilai sesat, iaitu apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut10:


1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6 (enam) yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhirat, Qadha dan Qadar; serta rukun Islam yang 5 (lima), yakni: mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan solat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan & menunaikan ibadah haji.


2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syariah (al-Quran dan as-Sunah)


3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Quran.


4. Mengingkari ketulenan dan atau kebenaran isi al-Quran.


5. Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan kaedah-kaedah tafsir.


6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.


7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.


8. Mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul terakhir.


9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, solat fardhu tidak 5 waktu.


10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan Muslim hanya kerana bukan kelompoknya.


Dan lain-lain lagi.


Kriteria-kriteria ini bukan hal baru. Para ulama sejak dulu telah membahasnya. Meski demikian, siapapun tidak boleh mengatakan orang lain sesat. Penilaian sesat itu serupa dengan penilaian kafir. Abu Hurairah dan Ibn Umar menuturkan bahawa Rasulullah saw bersabda:


أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ


Siapa saja yang berkata kepada saudaranya (yang Muslim), “Hai kafir,” maka sungguh tuduhan itu berlaku kepada salah seorang dari keduanya, jika memang tuduhan itu benar; jika tidak, tuduhan itu kembali ke pihak penuduh. (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).


Justifikasi sesat itu harus dilakukan melalui proses pembuktian (bayyinah). Jika sudah terbukti sesat dengan bukti-bukti yang meyakinkan, maka harus dikatakan sesat, seperti Ahmadiyah, Kahar Ahmad, Ayah Pin dsb. Kemudian penganutnya didakwahi agar bertaubat dan kembali pada yang haq, iaitu Islam. Wallah a’lam bi ash-shawab.


Catatan kaki:


1 Lihat, Ash-Shahib Ibn al-‘Ibad, al-Muhîth fî al-Lughah, bag. dhalla; Ibn Darid, Jumhurah al-Lughah, bag. dha-la-la; Al-Jawhari, ash-shihâh fî all-Lughah, bag. dhalala; Al-Fayruz Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth, bag. adh-dhalâl; Zainuddin ar-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, bag. dhalala;; Abu al-Abbas al-Fayyumi, Mishbâh al-Munîr fî Gharîb Syarh al-Kabîr, bag. dhalala; Al-Jurjani, at-Ta’rifat, 1/44, bag adh-dhalâlah


2 Lihat, Al-Azhari, Tahdzîb al-Lughah, bag. dhalla; Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, bag. dhalala;; al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, tafsir QS. Thâhâ: 52.


3 Lihat, Abu Hilal al-‘Askari, al-Furûq al-Lughawiyah, 1/392; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, tafsir QS. al-Fâtihah: 7.


4 Lihat, al-Baghawi, Tafsîr al-Baghawi, tafsir QS. al-Fatihah: 7.


5 Lihat, Murtadha az-Zabidi, Tâj al-‘Urûs, 1/7250, bagian adh-dhalâl wa adh-dhalâlah; Al-Jurjani, at-Ta’rifât, bag. adh-dhalâlah.


6 Lihat, al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, tafsir QS. Yûnus: 52.


7 Lihat, ath-Thabâri, Jâmi’ al-Bayân, tafsir QS. al-Fâtihah: 7 dan QS. al-Baqarah: 108.


8 Lihat, Rawas Qal’ah Ji, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, 1/284,


9 Lihat, Murtadha az-Zabidi, Tâj al-‘Urûs, 1/7250, bagian adh-dhalâl wa adh-dhalâlah.


10 Lihat, http://www.mui.or.id/mui_in/hikmah.php?id=53&pg=3

PEMERINTAH TIDAK WAJIB MELAYU TETAPI WAJIB MUSLIM


PEMERINTAH TIDAK WAJIB MELAYU TETAPI WAJIB MUSLIM


Rentetan dari kemenangan Barack Obama sebagai presiden kulit hitam pertama Amerika Syarikat baru-baru ini, ia telah mencetuskan polemik kepimpinan politik di Malaysia selaku sebuah negara yang selama ini turut dibarisi kepimpinan dari puak minoriti, sehingga ada suara pemimpin bukan Melayu yang mahukan bukan Melayu diberi peluang menjadi Perdana Menteri. Presiden MCA, Datuk Seri Ong Tee Keat berkata, sudah sampai masanya bagi rakyat Malaysia membebaskan diri mereka daripada belenggu isu perkauman.

Dengan mengambil Obama sebagai contoh, Tee Keat berkata, “Sedihnya di Malaysia, kita masih berbalah dalam soal remeh berhubung pelantikan seorang wanita Cina sebagai Pemangku Pengurus Besar Perbadanan Kemajuan Negeri Selangor (PKNS).” Perkembangan yang sama berlaku di Singapura di mana Perdana Menteri republik itu, Hsien Loong menegaskan bahawa Singapura belum bersedia memilih Perdana Menteri bukan Cina dalam tempoh terdekat. Hsien Loong membuat kenyataan tersebut semasa dialog dengan anggota masyarakat Melayu di republik itu sebagai menjawab soalan sama ada pemilihan Barack Obama sebagai Presiden kulit hitam pertama Amerika Syarikat (AS) bermakna anggota kaum minoriti di Singapura turut berpeluang menjadi Perdana Menteri [UM 11/11/08].

Sebagai respons kepada kenyataan tersebut, Menteri Luar Malaysia Datuk Seri Dr. Rais Yatim pun menyerlahkan keberaniannya dengan berkata, “Saya berani katakan bukan Melayu pun belum sampai masanya menjadi Perdana Menteri di Malaysia dan ia tidak akan menjadi kenyataan sebab majoriti tenaga politik di sini ialah Melayu” [UM 11/11/08]. Bekas Perdana Menteri Tun Dr. Mahathir apabila ditanya tentang isu yang sama menjawab, “Tidak sepatutnya soalan itu ditanya, sama ada Melayu atau bukan Melayu, jika seseorang itu diterima oleh rakyat Malaysia, dia layak untuk menjadi Perdana Menteri”. Menurutnya lagi, undang-undang negara menetapkan sesiapa sahaja boleh menjadi Perdana Menteri dan tiada sebarang spesifikasi bahawa pemimpin negara mesti diketuai oleh orang Melayu. “Tetapi spesifikasinya ialah orang yang layak menjadi Perdana Menteri adalah pemimpin kepada sebuah parti yang majoriti, jadi janganlah tanya sama ada dia Melayu, Cina atau India”, tegas Mahathir [UM 13/11/08].

Isu perkauman yang selama ini merupakan api di dalam sekam, acap kali mengundang dan menjelma menjadi api yang lebih besar. Bagi orang kafir, tidak peliklah jika mereka sentiasa bermain dengan api ini kerana undang-undang hidup mereka langsung tidak diatur oleh agama, namun bagi umat Islam, sungguh menyedihkan apabila mereka nampaknya masih lagi bermain dengan api dunia ini yang hakikatnya boleh menjerumuskan mereka ke dalam api akhirat. Kenapa masih ada yang ingin mempertahankan assabiyyah Melayu? Kenapa masih ada yang berpendapat orang kafir boleh menjadi pemimpin untuk memerintah orang Islam? Masihkah mereka tidak cuba membelek dan memahami ayat-ayat Allah dan hadis-hadis RasulNya? Nampaknya akal dan kitab keji Lord Reid masih tetap dijadikan panduan oleh mereka di dalam berbicara dan menghukum. Masya Allah! Sampai bilakah kalian mahu sedar bahawa Allah tidak akan tanya kenapa kalian berbangsa Melayu, tetapi Allah akan pasti tanya kenapa kalian memperjuangkan Melayu dan tidak memperjuangkan Islam?

Syarat-syarat Ketua Negara Di Dalam Islam

Sesungguhnya Ketua Negara Islam tidak lain tidak bukan adalah Khalifah. Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan penerapan hukum-hukum syara’. Hal itu kerana Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan sebagai milik umat (al-sulthan li al-ummah). Untuk itu, maka diangkat seseorang yang melaksanakan pemerintahan sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan seluruh hukum syara’.

Sesungguhnya Khalifah itu diangkat oleh kaum Muslimin. Jadi, seseorang itu tidak akan menjadi Khalifah kecuali jika umat membai’atnya. Bai’at umat kepada Khalifah untuk menjawat jawatan Khalifah telah menjadikannya sebagai pihak yang mewakili umat. Penyerahan jawatan kekhilafahan kepada seorang Khalifah telah memberinya kekuasaan dan menjadikan umat wajib mentaatinya. Orang yang memegang urusan kaum Muslimin tidak menjadi seorang Khalifah kecuali jika dibai’at oleh ahl al-halli wa al-‘aqdi yang ada di tengah-tengah umat dengan bai’at in’iqad (bai’at pelantikan) yang bertepatan dengan syara’. Bai’at hendaklah dijalankan atas dasar keredhaan (orang yang diba’iat) dan bebas memilih (orang yang membai’at) dan orang yang dibai’at itu wajib memenuhi seluruh syarat in’iqad. Dan sebaik sahaja sempurna akad Khilafah itu, Khalifah wajib melaksanakan hukum-hukum syara’ secara kaffah, tanpa di tangguh-tangguh lagi. Adapun syarat-syarat in’iqad seorang Khalifah adalah seperti berikut:-

(1) Muslim - Khalifah wajib seorang Muslim. Haram dan tidak sah sama sekali jawatan Khalifah diberikan kepada seorang kafir dan jika berlaku (Khalifah dari orang kafir) maka tidak wajib untuk mentaatinya. Ini kerana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin” [TMQ an-Nisa’ (4):141]. Pemerintahan adalah jalan yang paling kuat dan mendasar untuk menguasai orang-orang yang diperintah. Penggunaan kata “lan” dalam ayat di atas berfungsi untuk menyatakan li ta’bid (selamanya) yang merupakan qarinah (indikasi) untuk menunjukkan larangan keras bagi orang kafir memegang pemerintahan ke atas kaum Muslimin, baik menyangkut jawatan ‘Khalifah’ itu sendiri atau jawatan yang terkait dengan apa jua bidang pemerintahan. Ini kerana Allah telah mengharamkan adanya apa sahaja jalan bagi orang kafir menguasai kaum Mukminin, maka adalah teramat jelas bahawa haram hukumnya kaum Muslimin menjadikan orang kafir sebagai penguasa atas mereka.

Tambahan lagi, Khalifah merupakan waliyul amri, dan Allah telah mensyaratkan bahawa seorang waliyul amri wajiblah Muslim. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya) dan kepada Ulil Amri (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu...” [TMQ an-Nisa’ (4):59]. Di dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan apabila datang kepada mereka sesuatu berita mengenai keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau saja mereka menyerahkan kepada Rasul dan kepada Ulil Amri di antara mereka...” [TMQ an-Nisa’ (4):83]. Tidak disebut di dalam Al-Quran kata ‘Ulil Amri’ kecuali ia mestilah “min kum” (dari kamu) yakni dari kalangan kaum Muslimin. Khalifah yang merupakan waliyul amri, maka Khalifah juga melantik setiap orang ke jawatan pemerintahan yang kesemua mereka wajiblah terdiri dari Muslim juga.

(2) Lelaki - Khalifah wajib seorang lelaki. Haram dan tidak sah melantik seorang Khalifah dari kalangan perempuan. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Bakrah yang berkata, ketika sampai kepada Rasulullah bahawa penduduk Parsi telah melantik anak perempuan Kisra sebagai penguasa, baginda lantas bersabda, “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kekuasaan/pemerintahan) mereka kepada seorang wanita”. Sabda Rasulullah yang menafikan keuntungan bagi orang yang menyerahkan urusannya kepada seorang perempuan merupakan larangan untuk melantik wanita bagi jawatan tersebut. Larangan di dalam hadis tersebut menjadi qarinah larangan yang jazm (tegas) yang menjadikan hukumnya haram.

(3) Baligh - Khalifah wajib seorang yang baligh. Tidak boleh dilantik seorang kanak-kanak yang belum baligh sebagai Khalifah. Ini kerana Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, “Diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan, kanak-kanak hingga ia baligh, orang yang tidur hingga ia terjaga dan orang yang gila hingga ia sembuh” [HR Abu Daud]. Sesiapa sahaja yang diangkat pena darinya, maka dia dengan sendirinya tidak sah mengurusi urusannya. Secara syar’ie, dia bukanlah seorang mukallaf. Oleh itu, dia tidak sah menjadi Khalifah ataupun memegang apa jua jawatan pemerintahan lantaran dia tidak memiliki hak untuk mengelola apa jua urusan. Dalil lain yang menunjukkan orang yang belum baligh tidak boleh menjadi Khalifah adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Dari Abu Aqil Zahrah bin Ma’bad, dari datuknya Abdullah bin Hisyam, manakala ia mengenal Nabi Sallallahu 'alaihi wa Sallam, lalu ia pergi dengan ibunya Zainab binti Humaid menemui Rasulullah. Ibunya lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, terimalah bai’atnya’. Nabi bersabda, ‘Dia masih kecil.’ Lalu baginda mengusap kepalanya dan mendoakannya” [HR Bukhari]. Jika anak kecil tidak sah untuk membai’at, maka apatah lagi tidak sah untuk dia di bai’at (sebagai Khalifah).

(4) Berakal - Khalifah wajib seorang yang berakal dan tidak layak seorang yang gila menjadi Khalifah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Sallallahu 'alaihi wa Sallam di atas, “Diangkat pena (beban hukum) dari tiga orang...” yang salah satunya adalah “orang gila sampai ia sembuh". Siapa sahaja yang telah diangkat pena darinya, maka dia tidak termasuk seorang mukallaf kerana akal menjadi manath at-taklif (tempat pembebanan hukum) dan menjadi syarat sahnya mengatur berbagai urusan, sedangkan tugas seorang Khalifah adalah mengatur urusan pemerintahan dan melaksanakan penerapan beban-beban syariat. Oleh itu, tidak sah jika Khalifah itu adalah seorang yang gila atau rosak akalnya, kerana orang seperti ini tidak layak untuk mengurusi urusannya sendiri pun, apatah lagi untuk mengatur urusan manusia keseluruhannya.

(5) Adil - Khalifah mestilah seorang yang adil. Orang yang fasik tidak sah diangkat sebagai Khalifah. Adil adalah syarat yang wajib demi keabsahan kekhilafahan dan keberlangsungannya, sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mensyaratkan pada seorang saksi dengan syarat ‘adalah (adil). Firman Allah, “Dan saksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” [TMQ at-Talaq (65):2]. Kedudukan Khalifah tentu sahaja lebih tinggi dari sekadar seorang saksi, oleh kerana itu selayaknya dia memiliki syarat adil sebab kalau pada seorang saksi sahaja ditetapkan syarat adil, tentu lebih patut jika syarat itu diwajibkan ke atas seorang Khalifah.

(6) Merdeka - Khalifah wajib seorang yang merdeka. Ini kerana seorang hamba adalah milik tuannya sehingga dia tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur, walau dirinya sendiri. Seorang hamba juga tidak memiliki solahiyah (autoriti) untuk mengatur urusan orang lain, apatah lagi urusan manusia seluruhnya dan hal ini tidak melayakkan dia untuk menjawat jawatan Khalifah.

(7) Mampu - Khalifah wajib seorang yang mampu melaksanakan amanat kekhilafahan. Ini kerana, ‘kemampuan’ adalah termasuk syarat yang dituntut di dalam bai’at. Orang yang lemah tidak akan mampu menjalankan urusan-urusan rakyat mengikut Al-Quran dan Sunnah, sedangkan berdasarkan keduanyalah ia dibai’at. Dalam menentukan kemampuan seseorang untuk menjadi Khalifah, Mahkamah Mazhalim memiliki hak untuk menetapkan jenis-jenis kelemahan yang tidak boleh ada pada diri Khalifah sehingga ia dikira sebagai seorang yang mampu memikul amanah-amanah kekhilafahan.

Kesemua syarat di atas adalah syarat in’iqad (syarat sah) kekhilafahan yang wajib ada pada diri seorang Khalifah. Selain ketujuh syarat ini tidak ada syarat lain yang layak dijadikan syarat in’iqad. Meskipun demikian ia boleh menjadi syarat afdhaliyah (keutamaan) jika didukung oleh nas-nas yang sahih atau terhasil dari hukum yang telah ditetapkan berdasarkan nas yang sahih. Hal itu kerana syarat-syarat terwujudnya akad Khilafah untuk seseorang Khalifah itu harus memiliki dalil yang mengandung tuntutan yang tegas (jazm) yang mengisyaratkan wajibnya syarat tersebut. Oleh kerana itu, jika sesuatu dalil tidak mengandung perintah yang jazm, maka syarat itu akan menjadi syarat afdhaliyah (keutamaan) sahaja, bukannya syarat in’iqad. Ternyata selain ketujuh syarat di atas, tidak terdapat dalil-dalil lain yang mengandungi perintah yang jazm yang menjadikannya syarat in’iqad. Adapun syarat-syarat lainnya yang memiliki dalil yang sahih yang menjadikan syarat afdhaliyah kekhilafahan adalah ketentuan bahawa Khalifah hendaklah dari keturunan Quraisy, seorang mujtahid, seorang ahli di dalam persenjataan dan peperangan, seorang ahli politik yang unggul, pemberani dan beberapa syarat lain lagi.

Perlu ditegaskan di sini bahawa ketujuh syarat di atas bukanlah syarat ke atas Khalifah semata-mata, tetapi ia merupakan syarat ke atas orang yang memegang kepimpinan dari segi pemerintahan dan yang terkait dengannya. Oleh itu, syarat yang sama adalah terpakai ke atas Muawin Tafwidh, Wali, Amil serta mereka yang terkait rapat dengan pemerintahan seperti Muawin Tanfiz, Qadhi Qudhat (ketua qadhi) dan juga Qadhi Mazhalim. Perlu juga ditegaskan di sini bahawa kita juga hendaklah membezakan di antara bidang pemerintahan (al-hukm) dan bidang pentadbiran/administrasi (al-idarah). Kesemua syarat di atas adalah untuk mereka yang terlibat di dalam bidang al-hukm dan bukannya al-idarah. Di dalam bidang administrasi/pentadbiran, syarat lelaki dan Muslim tidak terpakai, dengan kata lain dibolehkan seorang wanita mahupun seorang kafir untuk memegang jawatan di dalam administrasi (al-idarah) negara. Justeru, jawatan Ketua Negara yang nyata-nyata adalah jawatan pemerintahan (al-hukm), wajib dipegang oleh orang Islam dan haram secara mutlak diberikan kepada orang kafir mahupun wanita.

Sekiranya kita kaji realiti dan kedudukan PKNS pula, kita akan berkesimpulan bahawa PKNS hanyalah sebuah badan yang terlibat di dalam bidang al-idarah (pentadbiran) sahaja dan bukannya al-hukm. Dengan ini justeru, jika kita menggunakan hukum syara’ sebagai standard dalam menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, maka isu jawatan Pengurus Besar PKNS itu langsung tidak akan menjadi masalah. Ia boleh dijawat oleh orang kafir, walau seorang wanita sekalipun. Namun apabila seseorang Muslim itu menjadikan ‘bangsa/perkauman’ sebagai asas pegangan, maka mereka tidak dapat menerima seorang wanita Cina mengetuai PKNS. Malangnya mereka dalam masa yang sama boleh pula menerima dan langsung tidak mempersoalkan adanya orang kafir dan wanita di dalam bidang pemerintahan. Beginilah keadaan umat Islam apabila hukum kufur, assabiyyah dan maslahat yang dijadikan pegangan, bukannya hukum syara’. Lebih buruk dari itu, mereka juga langsung tidak mempertikaikan sama ada Ketua Negara mereka adalah seorang ‘Khalifah’ atau tidak, walhal nas begitu jelas lagi nyata menunjukkan bahawa Ketua Negara wajiblah seorang ‘Khalifah’. Wallahu’alam.

PATUTKAH UMAT ISLAM BERHARAP PADA OBAMA?


PATUTKAH UMAT ISLAM BERHARAP PADA OBAMA?


Pada 5 November lepas, satu sejarah telah tercipta di Amerika Syarikat (AS) apabila Barack Obama memenangi pilihan raya Presiden, sebagai presiden kulit hitam pertama di Amerika dalam tempoh 232 tahun sejak negara itu mencapai kemerdekaan dari kuasa Eropah. Obama, 47, yang mewakili Parti Demokrat mengenepikan pencabarnya daripada Parti Republikan, John McCain dengan membolot 349 undi melepasi undi minimum sebanyak 270 bagi melayakkan seseorang calon untuk diisytihar menang bagi menduduki White House. Dengan kemenangan tersebut, ucapan tahniah datang mencurah-curah, bukan sahaja dari Amerika, malah dari seluruh dunia, termasuk dunia Islam yang nampaknya bergembira dengan kemenangan Obama. Kemenangan calon kulit hitam pertama ini seperti telah memberi satu harapan baru kepada dunia sehingga pemimpin dunia Islam pun menaruh harapan yang tinggi kepada anak keturunan Kenya ini, seolah-olah seorang ‘pengaman’ dunia telah muncul.

Rata-rata pemimpin umat Islam, termasuk yang bergelar ulama sekalipun mengucapkan tahniah dan menaruh harapan yang tinggi kepada Obama yang pernah bersekolah di Indonesia semasa kecilnya dahulu. Harapan menggunung yang diletakkan ke atas Obama antara lain adalah kerana kemarahan dan kebencian mereka terhadap Bush, yang selama ini terkenal dengan segala kemusnahan dan kekejaman yang telah dilakukannya ke atas umat Islam. Jadi, para pemimpin dunia Islam menaruh harapan yang tinggi kepada presiden Amerika yang ke-44 ini.

Tidaklah salah untuk umat Islam menaruh harapan kepada Obama. Tetapi malangnya umat Islam yang mengharap itu seolah-olah tidak pernah mengikuti perkembangan ucapan dan pendirian Obama selama tempoh beliau berkempen untuk menjadi orang nombor satu di negara Uncle Sam tersebut. Sesungguhnya ‘pendirian’ seseorang calon presiden terhadap polisi luarnya ke atas negara umat Islam memang merupakan satu agenda penting yang mesti dibawa semasa berkempen dan boleh menentukan kalah-menang calon tersebut di dalam pilihan raya. Di sinilah kita sebagai umat Islam mesti meneliti setiap ucapan seseorang calon presiden itu agar kita tahu apakah kita boleh ‘meletakkan harapan’ kepada mereka atau tidak.

Obama Oh Obama!

Jika diteliti sepanjang kempennya untuk menduduki jawatan presiden, Obama menyatakan dengan jelas banyak perkara mengenai pendiriannya terhadap umat Islam dan negara-negara umat Islam. Berhubung peperangan di Iraq misalnya, Obama memang dari awal seolah-olah menentang peperangan ke atas Iraq, namun dalam masa yang sama beliau juga tidak bersetuju dengan tarikh tepat untuk mengundurkan tentera AS dari Iraq. Ini kerana keberadaan pasukan AS di Iraq amat penting bagi meneruskan kesinambungan polisi AS di Timur Tengah, termasuklah antaranya konfrontasi tentera dengan Iran, Syria dan Selatan Lebanon.

Obama telah beberapa kali menekankan bahawa kebanyakan dari pasukan AS di kawasan berkenaan sepatutnya ditempatkan di kawasan-kawasan yang lain juga seperti Kuwait, bukannya meletakkan kesemuanya di Iraq. Obama juga dengan jelas menyatakan bahawa perang sebenar adalah di Afghanistan bukannya Iraq. Inilah sebabnya kenapa Obama memilih untuk mengundurkan tentera dari Iraq agar mereka dapat ditempatkan di Afghanistan dan Pakistan, negara di mana AS sebenarnya sedang menghadapi peperangan yang tidak diisytiharkannya (undeclared war). Obama secara terbuka mengulangi berkali-kali janjinya bahawa beliau akan memperluaskan penguasaan (baca: penaklukan) mereka di Afghanistan, menambahkan bilangan tentera mereka di sana serta memperluaskan lagi operasi dan mensistematikkan lagi serangan-serangan mereka di sempadan (cross-border attacks). Dengan kata lain, perancangan Obama sesungguhnya tidak jauh berbeza dengan Bush, malah beliau sebenarnya hanya memperkukuhkan lagi perancangan jahat yang telah selama ini dimulakan oleh Bush di bumi Iraq, Afghanistan dan sekitarnya.

Di Pakistan pula, dengan pertolongan Musharraf, Bush selama ini telah menjadikan bumi umat Islam ini tidak lebih sebagai gelanggang utama untuk menjatuhkan segala bom dan peluru untuk membunuh kaum Muslimin yang di labelnya sebagai teroris. Dan hal ini tidak ada beza sedikit pun dengan Obama yang dengan terang lagi nyata ingin melancarkan perang ke atas Pakistan jika Musharraf enggan bertindak demikian terhadap umat Islam yang digelarnya ‘militan’. Obama dalam satu temu ramah menyatakan, “Ketidakstabilan di Pakistan sekarang telah terpesong dari demokrasi. Kebangkitan golongan militan Islam di dalam negara tersebut yang Musharraf tidak dapat atasi dengan berkesan, inilah yang pada pendapat saya mengancam kestabilan di rantau itu.” Belum pun menjadi presiden, Obama telah dengan nyatanya berhasrat untuk membunuh saudara-saudara kita di Pakistan. Subhanallah!

Langsung tidak ada beza dengan Bush, Obama turut ingin membawa demokrasi ke Pakistan dan untuk memastikan demokrasi tersebut dilaksanakan, darah dan nyawa umat Islam adalah galang gantinya. Darah dan nyawa ini menjadi ‘harga’ yang akan diambilnya dari umat Islam demi sebuah sistem yang bergelar ‘demokrasi’ yang ingin diterapkannya di Pakistan. Kini, dengan kedudukan Asif Ali Zardari sebagai Presiden, yang hakikatnya telah pun mempersembahkan taat setianya kepada Amerika sama seperti Musharraf, polisi Obama ke atas Pakistan nampaknya akan dapat diteruskan dengan mudah. Jika selama ini Zardari boleh ‘menyembah’ Bush tanpa berbelah bahagi, dengan kehadiran Obama sebagai tuan barunya, Zardari nampaknya tidak mempunyai apa-apa masalah untuk menyerahkan nyawa umat Islam di Pakistan kepada Obama. War on terror pastinya akan diteruskan oleh Obama tanpa ragu-ragu ke atas kaum Muslimin di Pakistan, dengan kerjasama penuh dari Zardari. Obama sesungguhnya telah pun mengisytiharkan secara terbuka bahawa rejimnya akan meneruskan lagi agenda ‘war against terrorism’ di Pakistan dengan lebih sistematik, serangan berskala besar di darat dan udara (large-scale ground and air attacks). Ini bermakna, Obama hanya akan memperluaskan lagi gelanggang untuk menumpahkan darah umat Islam di Pakistan ke kampung-kampung, bandar, pinggir bandar dan lain-lain kawasan atas alasan memerangi ‘pengganas’.

Di antara sikap Obama yang penting yang mesti diketahui oleh umat Islam adalah pendiriannya terhadap Israel. Semasa berucap di AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) pada Jun 2008, Obama dengan lantang dan tegas menyatakan sokongan yang tidak berbelah bahagi kepada negara haram tersebut. Beliau mendapat tepukan gemuruh dari hadirin setiap kali menyuarakan sokongan penuh kepada negara dan bangsa yang dilaknat Allah itu. Antara lain Obama menyatakan, “Saya tahu apabila saya melawat AIPAC, saya adalah di kalangan kawan (dengan Israel), kawan yang sangat baik. Kawan yang berkongsi komitmen yang kuat untuk memastikan ikatan antara AS dan Israel tidak akan terputus hari ini, tidak akan terputus besok dan tidak akan terputus selama-lamanya”

Semasa memperkata dan mempertahankan tentang kewujudan negara haram Israel, Obama dengan tegas menyatakan bahawa, “We know that the establishment of Israel was just and necessary, rooted in centuries of struggle and decades of patient work but sixty years later we know that we cannot relent, we cannot yield and as president I will never compromise when it comes to Israel’s security.” (Kita tahu bahawa kewujudan negara Israel adalah suatu yang adil dan perlu, yang telah dihasilkan dari perjuangan yang berabad lamanya dan kesabaran usaha yang berdekad tempohnya. Namun sesudah 60 tahun kemudian, kita tahu bahawa kita tidak boleh berlembut dan kita tidak boleh menyerah kalah dan sebagai presiden saya tidak akan sekali-kali berkompromi bila melibatkan keselamatan Israel).

Obama seterusnya dengan lantang dan tegas memberikan komitmennya untuk menjaga Israel dari sebarang ancaman dengan mengatakan, “Kesepakatan (alliance) kita sekarang adalah berteraskan kepentingan bersama dan nilai bersama. Sesiapa sahaja yang mengancam Israel, bermakna ia mengancam kami (AS). Israel senantiasa menghadapi ancaman ini secara terang-terangan. Dan saya akan membawa ke White House sebuah komitmen yang tidak berbelah bahagi (unshakeable committment) terhadap keselamatan Israel, bermula dengan memastikan keupayaan kualitatif ketenteraan Israel. Saya akan memastikan yang Israel dapat mempertahankan dirinya dari sebarang ancaman dari Gaza hingga ke Tehran. Kerjasama pertahanan antara AS dan Israel adalah satu kejayaan dan mesti diperhebatkan lagi. Sebagai presiden, saya akan melaksanakan satu Memorandum Kesefahaman (MoU) yang memperuntukkan bantuan sebanyak 30 bilion kepada Israel pada dekad hadapan ini, sebagai pelaburan kepada keselamatan Israel yang tidak akan terikat kepada mana-mana negara sekalipun.” [sedutan ucapan-ucapan Obama di atas boleh ditonton di [http://www.youtube.com/watch?v=YgpJUlzoKTg]

Amerika Adalah Negara Kafir Harbi

Wahai kaum Muslimin! Janganlah hendaknya kita menilai seseorang itu dengan warna kulitnya, tetapi kita mestilah menilai apa yang ada di dalam pemikirannya yang dizahirkan melalui lisan atau perbuatannya. Kita mungkin merasakan atau mengharap bahawa seorang presiden Amerika yang berkulit hitam lebih baik dari yang berkulit putih, kerana telah sekian lama mereka yang berkulit hitam ditindas oleh mereka yang berkulit putih di negara besar tersebut. Namun, warna kulit pada hakikatnya tidak mencerminkan apa-apa, kerana akidah dan pemikiranlah yang menjadi ukuran. Presiden Amerika, siapa pun jua hendaklah dinilai dari sudut akidah dan pemikiran yang dimilikinya. Seorang presiden yang berkulit putih sudah hampir meninggalkan rumah putihnya, dan rumah putih tersebut bakal dihuni pula oleh seorang presiden berkulit hitam, namun apa yang nyata adalah akidah/ideologi yang dianuti keduanya adalah sama. Bertukarnya penghuni Rumah Putih ternyata sama sekali tidak menukar sistem yang dibawa oleh mereka. Ideologi kufur Kapitalis tetap digalas oleh siapa pun jua yang masuk ke mahligai syaitan itu.

Kita perlu ingat bahawa Amerika adalah negara kepala, pendukung dan pengembang Ideologi kufur Kapitalis dan Obama hanyalah sebahagian darinya. Amerika adalah sebuah negara yang dipimpin oleh segolongan kuffar dengan segala hukum-hakam kufur diterapkan di dalamnya di mana Barack Obama kini menjadi ‘ketua’ kepada semua golongan kuffar Kapitalis tersebut. Kita semua tahu berapa ramai di antara golongan kuffar tersebut yang bencikan Islam dan umat Islam dan kita semua tahu bahawa tabiat hidup penganut Kapitalis adalah untuk mencapai sebanyak mungkin kemewahan dunia dan mereka tidak akan pernah berhenti berfikir bagaimana untuk menguasai dunia dengan segala sumber-sumbernya. Dan kita semua tahu bahawa kebanyakan sumber kekayaan dunia berada di negara umat Islam. Justeru, apakah kita mengharapkan presiden baru Amerika ini hanya akan berdiam diri melihat kekayaan yang melimpah ruah yang ada di dunia Islam, walhal dia boleh menguasai semuanya? Malah dia boleh menguasai kesemuanya dengan begitu mudah kerana pemimpin-pemimpin umat Islam yang ada pada hari ini adalah para pengkhianat yang telah pun selama ini menyerahkan kekayaan negara dan nyawa umat Islam di negara mereka kepada Amerika.

Justeru, sungguh sedih apabila ada di kalangan pemimpin dan ulama Islam yang boleh mengucapkan tahniah dan berharap kepada Obama untuk membawa perubahan kepada dunia amnya dan dunia Islam khususnya, seolah-olah dengan terlantiknya Obama sebagai presiden kulit hitam pertama AS, seorang ‘superman’ yang akan menyelamatkan dunia telah muncul. Mereka seperti tidak dapat mengambil pengajaran bahawa George Bush laknatullah dahulu pun membawa misi yang sama iaitu ingin membawa keamanan kepada dunia melalui sistem demokrasi yang dijajanya ke seluruh dunia Islam. Dan selama dua penggal memegang jawatan presiden, kita semua tahu bahawa ‘keamanan’ yang dimaksudkan oleh Bush adalah dengan membunuh dan memerangi semua umat Islam yang tidak menyokongnya, menakluk negeri umat Islam dan mengaut segala hasil buminya. Hanya dengan pembunuhan ke atas golongan umat Islam yang dilabelnya pengganas dan menakluk negara umat Islam, maka barulah dunia akan mengecapi keamanan; inilah tafsiran ‘keamanan’ bagi Bush. Bukti sekarang terpampang di depan mata bahawa tafsiran keamanan yang sama yang kini dibawa pula oleh Obama.

Sebagai Muslim, berfikirlah dengan jernih berdasarkan akidah Islam yang kita miliki ini, apakah kita patut menaruh harapan kepada pengganti Bush ini seolah-olah dunia akan dinaungi rahmat kerana kemenangannya? Bukankah dunia hanya akan berada di bawah rahmat jika orang Islam yang memerintah dunia dengan hukum-hukum Allah? Justeru, apakah Obama yang akan meneruskan Ideologi Kapitalis dan melaksanakan hukum-hukum kufurnya ke atas dunia patut kita berasa gembira di atas kemenangannya? Sesungguhnya kemenangan Obama sekali-kali tidak akan merubah status Amerika Syarikat sebagai sebuah negara kafir harbi (kafir yang memerangi umat Islam). Dan sesungguhnya Islam telah merincikan hukum-hakam yang wajib kita ambil terhadap negara kafir harbi seperti Amerika, Israel, Britain dan sekutu-sekutu mereka. Sayangnya ruang yang terhad di dalam nasyrah ini tidak mengizinkan kami untuk menjelaskan hukam-hakamnya dengan terperinci.

Khatimah

Wahai kaum Muslimin! Sesungguhnya kemenangan Obama tidak akan merubah landskap politik dunia. Dunia tetap tidak akan aman dan tidak akan berada di bawah naungan rahmat dan keberkatan dari Allah. Hanya dengan kepimpinan dunia berada di bawah tangan seorang Khalifah yang berakidahkan Islam dan dengan penerapan hukum Allah secara kaffah, maka barulah keamanan yang sebenar akan tercapai dan rahmat Allah akan tercurah ke atas kita semua. Perubahan sebenar yang sepatutnya diharapkan (dan diusahakan) oleh umat Islam adalah perubahan/penggantian sistem dunia kepada sistem Islam (sistem Khilafah), bukannya penggantian seorang yang berkulit putih dengan seorang yang berkulit hitam yang tetap membawa sistem Kapitalis yang sama. Perubahan sebenar yang sepatutnya diharapkan (dan diusahakan) oleh umat Islam adalah dengan tertegaknya kembali Daulah Khilafah, yang akan menerapkan hukum Allah dari tujuh petala langit. Sesungguhnya dunia tidak akan berubah hanya dengan terlantiknya seorang kafir yang akan memerintah dengan hukum-hukum kufur, tetapi dunia akan berubah apabila dibai’atnya seorang Khalifah yang akan memerintah dengan Kitabullah dan Sunnah RasulNya.
 

MENGENAL HIZBUT TAHRIR