HADIS "HUBBUL WATHON MINAL IMAN' MERUPAKAN HADIS PALSU
HADIS : "HUBBUL WATHON MINAL IMAN"
MERUPAKAN HADIS PALSU
MERUPAKAN HADIS PALSU
Ungkapan "hubbul wathon minal iman" memang sering dianggap hadis Nabi SAW oleh para tokoh [nasionalis] , mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadis dan ilmu hadis. Tujuannya adalah untuk membenarkan fahaman nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam.
Namun sayang, sebenarnya ungkapan "hubbul wathon minal iman" adalah hadis palsu (maudhu'). Dengan kata lain, ia bukanlah hadis. Demikianlah menurut para ulama ahli hadis yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian.
Mereka yang mendalami hadis, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah mengetahui kepalsuan hadis tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadis-hadis dhaif dan palsu, misalnya :
1. Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu'ah `Ala Sayyid al-Mursalin karya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi'i (w. 1328 H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal. 109; dan
2. Kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005), hal. 226.
Kitab-kitab itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadis di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadis-hadis palsu, seperti :
1. Kitab Al-Maudhu'at karya Ibnul Jauzi (w. 597 H);
2. Kitab Al-Ala`i al-Mashnu'ah fi Al-Ahadis Al-Maudhu'ah karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H);
3. Kitab Tanzih Asy-Syari'ah al-Marfu`ah `an Al-Ahadis Asy-Syani'ah Al-Maudhu`ah karya Ibnu `Arraq Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadis, hal. 93).
Berikut akan saya jelaskan penilaian para ulama hadis yang menjelaskan kepalsuan hadis "hubbul wathon minal iman".
Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi'i hal. 109 tersebut diterangkan, bahawa hadis "hubbul wathon minal iman" adalah maudhu` (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani.
Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadis al-Musytaharah `ala Alsinah, halaman 115.
Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu'at, halaman 8.
Penilaian palsunya hadis tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji') lainnya sebagai berikut :
1. Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-`Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423;
2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadis al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74;
3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11.
(Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi'i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu'ah `Ala Sayyid al-Mursalin, hal. 109)
Ringkasnya, ungkapan "hubbul wathon minal iman" adalah hadis palsu (maudhu'), sebaliknya bukanlah hadis Nabi SAW.
Hadis maudhu' adalah hadis yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadis yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Ertinya, pembuat hadis maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadis yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi'i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadis, hal. 89).
Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadis maudhu' adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu'an hadis itu serta termasuk salah satu dosa besar (kaba`ir), kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadis maudhu' (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi'i, Tahdzirul Muslimin, hal. 43).
Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan "hubbul wathon minal iman" sebagai hadis Nabi SAW, sebab Nabi SAW faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
"Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka." (Hadits Mutawatir).
Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal fahaman nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran (al-ghazwul fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua fahaman sesat ini terbukti telah memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa (nation-state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu.
Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari sempadan-sempadan palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua. Amin.
0 comments:
Post a Comment